Rabu, 11 Februari 2015

Arsitektur Hemat Energi & Energi Listrik

Definisi Energi Listrik:

  • Menurut Prasasto Satwiko (2005) energi adalah kemampuan untuk mengerjakan sesuatu. Energi dapat ditemukan dalam beragam bentuk, seperti energi kimia, energi listrik, energi cahaya, energi panas, energi mekanik, dan energi nuklir. Hukum kekekalan energi menyebutkan bahwa energi tidak dapat dimusnahkan dan diciptakan. Dia hanya dapat berubah-ubah bentuk.
  • Listrik adalah energi yang saat ini kita anggap sebagai energi yang paling luwes. Listrik disebut sebagai sumber energi sekunder. Kita memperoleh energi listrik dengan mengkonversi sumber energi lain (batubara, air, minyak, nuklir, dll) menjadi listrik.

Definisi Arsitektur Hemat Energi

  • Desain hemat energi diartikan sebagai perancangan bangunan untuk meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi fungsi bangunan maupun kenyamanan atau produktivitas penghuninya. “Designing building to minimize the usage of energy without constraining the building function nor the comfort of productivity of occupants..” (Hawkes Dean, 2002)
  • Arsitektur Hemat energi menurut, Tri Harso Karyono (2007), adalah: Kondisi dimana energi dikonsumsi secara hemat (minimal), tanpa harus mengorbankan kenyamanan fisik manusia.
Perancangan sebuah bangunan yang hemat energi merupakan salah satu aspek dalam mewujudkan arsitektur berkelanjutan, menurut Ken Yeang (2006) “Ecological design, is bioclimatic design, design with the climate of the locality, and low energy design.” yang menekankan perancangan pasif yang berbasis pada integrasi kondisi ekologi setempat, iklim makro dan mikro, kondisi tapak, program bangunan, konsep design dan sistem yang tanggap pada iklim, penggunan energi yang rendah.
Perancangan pasif menekankan pada kondisi iklim setempat, dengan mempertimbangkan: Konfigurasi bentuk bangunan dan perencanaan tapak, Orientasi bentuk bangunan (fasad utama dan bukaan), Desain fasade (termasuk jendela, lokasi, ukuran dan detail), Perangkat penahan radiasi matahari (misalkan sunshading pada fasad dan jendela), Perangkat pasif siang hari, Warna dan bentuk selubung bangunan, Tanaman vertikal, serta Angin dan ventilasi alami.
Menurut sebuah artikel di Alpensteel.com Perancangan pasif merupakan cara penghematan energi melalui pemanfaatan energi matahari secara pasif, yaitu tanpa mengonversikan energi matahari menjadi energi listrik. Rancangan pasif lebih mengandalkan kemampuan arsitek bagaimana rancangan bangunan dengan sendirinya mampu “mengantisipasi” permasalahan iklim luar, dengan mengandalkan kemampuan perancang untuk mengantasi fluktuasi iklim luar melalui solusi arsitektural.
Perancangan suatu bangunan yang sadar energi, menurut Ken Yeang dalam bukunya. The Green Skyscraper (Yeang, 2000), menyatakan bahwa terdapat beberapa parameter yang menjadi konsep dasar desain sadar energi, yaitu:
  1. Kenyamanan Thermal
    Bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan sinar matahari sesuai dengan kebutuhannya. Bangunan yang berada pada iklim dingin harus mampu menerima radiasi matahari yang cukup untuk pemanasan, sedangkan bangunan yang berada pada iklim panas, harus mampu mencegah radiasi matahari secukupnya untuk pendinginan.
  2. Kenyamanan Visual
    Membahas mengenai bagaimana bangunan dapat mengontrol perolehan cahaya matahari (penerangan) sesuai dengan kebutuhannya.
  3. Kontrol Lingkungan Pasif
    Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan memanfaatkan seluruh potensi iklim setempat yang dikontrol dengan elemen – elemen bangunan (atap, dinding, lantai, pintu, jendela, aksesoris, lansekap) yang dirancang tanpa menggunakan energi (listrik).
  4. Kontrol Lingkungan Aktif
    Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal dan visual dengan memanfaatkan potensi iklim yang ada dan dirancang dengan bantuan teknologi maupun instrumen yang menggunakan energi (listrik).
  5. Kontrol Lingkungan Hibrid
    Dilakukan untuk mencapai kenyamanan thermal maupun visual dengan kombinasi pasif dan aktif untuk memperoleh kinerja bangunan yang maksimal.

Iklim dan Kenyamanan Thermal

Kondisi iklim setempat menjadi tantangan dalam perancangan bangunan, Wilayah DKI Jakarta termasuk daerah tropis lembab, menurut hasil pengamatan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika) sepanjang tahun 2009 menyebutkan secara umum suhu Kota Jakarta, beriklim panas dengan rata rata suhu maksimum 34.2°C pada siang hari dan suhu minimum udara berkisar 23.7°C pada malam hari dengan suhu udara rata-rata berkisar 28.5°C seperti terlihat dalam tabel.
Pada perancangan di daerah beriklim tropis, yang memanfaatkan potensi iklim seperti di Jakarta terdapat 4 faktor yang mempengaruhi perancangan yang yaitu:
  • Radiasi panas matahari
  • Kecepatan Angin
  • Kelembaban
  • urah Hujan
clip_image002
Tabel. Kondisi suhu udara Jakarta (JDA 2010)
Perancangan sebuah bangunan bertujuan untuk menciptakan kenyamanan maksimum bagi manusia, sayangnya tidak terdapat tolak ukur yang objektif untuk mengukur suatu kenyamanan. Kekurangannya adalah fisiologi manusia memang dapat dinyatakan dengan angka-angka, tapi jiwanya tidak. Sedangkan kenyamanan timbul akibat kedua faktor tersebut. (Tri Harso Karyono. Arsitektur Kemapanan, Pendidikan, Kenyamanan, dan Penghematan Energi. PT. Catur Libra Optima, Jakarta. 1999)
Pada dasarnya ada dua aspek dalam kenyamanan yang perlu dipenuhi dalam suatu karya arsitektur, yakni kenyamanan psikis dan kenyamanan fisik. Pada kenyamanan psikis bersifat personal dan tidak terukur secara kuantitatif. Sedangkan kenyamanan fisik lebih bersifat universal. Kenyamanan fisik terdiri dari :
  1. Kenyamanan ruang (spatial comfort)
  2. Kenyamanan penglihatan (visual comfort)
  3. Kenyamanan pendengaran ( audial comfort)
  4. Kenyamanan suhu (thermal comfort)
Berdasarkan hasil penelitian kenyamanan suhu yang dilakukan oleh Tri Harso, suhu nyaman untuk kota Jakarta adalah 26,5°C. Sedangkan suhu udara kota Jakarta pada siang hari berkisar 34.2°C. Sehingga untuk mencapai kenyamanan thermal dapat dicapai dengan2 cara yaitu:
  • Mekanis, yaitu pencapaian suhu udara nyaman dengan menggunakan peralatan mekanis, seperti AC
  • Natural, yaitu pencapaian suhu udara nyaman yang dilakukan dengan cara alamiah.
Kenyamanan suhu thermis dalam perancangan sebuah bangunan, khususnya unit rawat inap rumah sakit berkaitan erat dengan kesembuhan pasien, suhu udara ruang perawatan yang ideal berkisar antara 22°C-24°C, sehingga diperlukan pengunaan pendingin ruangan (AC) untuk mencapai kenyamanan termal di dalam ruang perawatan, apabila penghawaan alami tidak dapat menunjang kebutuhan.
clip_image004
Tabel. Persyaratan Suhu Udara Rumah Sakit (Permenkes/No.1204/2004 )
Kenyamanan thermal yang dicapai melalui pengkondisian udara buatan (AC) perlu diimbangi dengan penghijauan dilingkungan sekitarnya, selain bertujuan untuk membantu menurunkan suhu udara di dalam ruangan, namun juga agar udara panas yang dihasilkan oleh AC di luar ruangan dapat dinetralisir oleh pepohonan atau penghijauan.

Energi Listrik dan Kenyamanan Thermal

Penggunaan energi pada office buildings di Jakarta antara tahun
1999 – 2000 ( Bahri, 2001) dapat dikatakan cukup tinggi, terutama pada penggunaan sistem pendinginan (AC).
clip_image006
Gambar. Diagram JSX Building In Jakarta (T.H.Karyono dan G.Bahri)
Perancangan bangunan rawat inap rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan 24jam non-stop membutuhkan konsumsi enregi listrik lebih tinggi dibandingkan bangunan lain seperti kantor yang hanya digunakan pada jam tertentu.
Salah satu faktor penyebab tingginya beban energi listrik untuk pengkondisian udara disebabkan oleh radiasi panas matahari yang masuk kedalam bangunan, sehingga perancangan yang dapat memiminalisasi radiasi panas yang masuk kedalam bangunan dapat membantu penghematan beban energi listrik untuk pengkondisian udara.
Perancangan bangunan yang menggunakan pendingin udara buatan perlu memperhatikan matahari, selain berpotesni sebagai pencahayaan alami, ciri yang paling nampak dari gejala iklim tropis adalah intensitas dan pantulan matahari yang kuat. Kondisi seperti ini
menyebabkan dapat menyebabkan panas yang berlebihan pada ruangan. Selain itu juga cahaya yang terlalu kuat, juga yang memiliki kontras yang terlalu besar dirasakan tidak menyenangkan. Oleh karena itu perlu dihindari masuknya sinar matahari sore kedalam ruangan. Dan pada pagi hari sinar matahari diusahakan dapat masuk ke dalam ruangan karena sinar matahari pagi mengandung sinar ultra violet yang baik bagi tubuh dan juga mampu mematikan kuman.
Radiasi panas matahari yang masuk ke dalam bangunan berpotensi menyebabkan semakin tingginya beban penggunaan AC . Menurut Lippsmeier,1997. dalam bukunya yang berjudul Bangunan Tropis, Orientasi bangunan dan perlindungan terhadap cahaya matahari, berlaku aturan-aturan dasar sebagai berikut:
  • Sebaiknya fasade terbuka menghadap selatan atau utara agar meniadakan radiasi langsung dari cahaya matahari rendah, dan konsentrasi tertentu yang menimbulkan pertambahan panas.
  • Di iklim tropika basah diperlukan pelindung untuk semua lubang bangunan terhadap cahaya langsung dan tidak langsung. Bahkan bila perlu untuk semua bidang bangunan. Karena bila langit tertutup awan, seluruh bidang langit merupakan sumber cahaya.
Penanaman pohon pelindung akan menghalangi radiasi matahari langsung pada material keras seperti halnya atap, dinding, halaman parkir, atau halaman yang ditutup dengan material keras (beton, aspal) akan membantu menurunkan suhu lingkungan. Dari berbagai penelitian memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3ºC bukan merupakan hal yang mustahil dapat dicapai dengan cara penanaman pohon lindung disekitar bangunan.
clip_image008Gambar. Pembayangan bangunan oleh pohon
Simulasi pendinginan malam hari yang dilakukan oleh Cambridge Architectural Research Limited memperlihatkan bahwa penurunan suhu hingga 3º pada siang hari dapat dicapai pada bangunan yang menggunakan material dengan massa berat (beton,bata) apabila perbedaan suhu antara siang dan malam tidak kurang dari 8ºC (perbedaan siang dan malam di Indonesia umumnya berkisar sekitar 10ºC)
clip_image010Gambar . Penurunan Suhu dalam Ruangan
Sistem penghawaan alami dengan ventilasi silang, baik secara horisontal maupun vertikal bertujuan untuk mengendalikan akumulasi panas dan lembab di dalam ruangan.
Angin adalah udara yang bergerak. Udara yang bergerak berpotensi baik untuk bangunan, sebagai penghawaan alami dalam ruangan. Secara umum ventilasi diperlukan untuk pertukaran udara di dalam ruangan. Angin berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke rendah. Untuk membuat udara dalam ruangan bergerak digunakan sistem cross ventilation
clip_image012
clip_image014
Gambar. Sketsa Cross Ventilation
Dalam perancangan sebuah rumah sakit, ventilasi udara alami harus menjamin aliran udara dalam ruangan dengan baik. Bila ventilasi alami tidak dapat menjamin adanya pergantian udara dengan baik, ruangan harus dilengkapi dengan penghawaan mekanis (exhauster).
Pemilihan material yang tepat menjadi salah satu upaya dalam meminimalisasi radiasi panas, selain dengan desain bukaan dan penggunaan sunshading. Material beton ringan memiliki nilai tahanan terhadap radiasi panas matahari (Thermal Ressistance) yang lebih baik dibandingkan batu bata.
Contoh perhitungan yang dilakukan, antara batubata dan beton aerasi menunjukan penghematan energi yang signifikan untuk pemakaian listrik, perbandingan dilakukan pada ruang berukuran 3m x 4m x 3m. Ruang pertama menggunakan plat atap beton ringan dan dinding blok beton aerasi (Autoclaved Aerated Concrete). Sedang ruang kedua yang sama ukurannya menggunakan plat beton konvensional dan dinding batu bata dengan plesteran semen-pasir. Pengukuran dilakukan terhadap radiasi panas yang melalui material dinding dan plat atap. Dimana energi panas dari luar akan ditahan oleh material, sehingga ruang dalam menjadi berkurang panasnya. Berkurangnya panas ini, tergantung dari kemampuan material menahan panas.
clip_image016
Tabel. Thermal Ressistance dan Pemakaian Listrik (Produsen Beton Aerasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar