Minggu, 08 Februari 2015

ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI

clip_image002

Perspektif Gedung Mesiniaga

PENGERTIAN ARSITEKTUR DEKONSTRUKSI

Dekonstruksi adalah istilah yang digunakan pertama kalinya pada tahun 1967, oleh Jacques Derrida, seorang ahli bahasa yang juga filsuf dan budayawan Perancis kelahiran Algeria, tahun 1930. Pakar ini menelaah secara radikal teori ilmu bahasa yang pada
waktu itu menganut Strukturalisme yang pernah dikembangkan oleh Ferdinand de Saussure antara tahun 1906-1911. Dekonstruksi juga merupakan reaksi terhadap modernisme dalam perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan filsafat. Modernisme dalam perkembangan filsafat ilmu berdasar pada ratio, logos dalam intelektual manusia. Sebagaimana peranan logos, yaitu menciptakan, mengorganisasi, menyusun suatu jalan pikiran dengan sistem yang jelas, maka hal-hal yang kecil, hal-hal yang dasar menjadi hilang. Pengalaman individual, pengalaman pribadi yang begitu “kaya” biasanya dihilangkan demi mencapai suatu konstruksi yang jelas, tegas dan tepat.
Kata ‘dekonstruksi’ dipergunakan Derrida dalam buku De la Grammatologie, di mana kata tersebut merupakan terjemahan dari istilah Heidegger, yaitu: destruktion dan abbau. Dalam konteks ini, keduanya mempunyai kesamaan pengertian sebagai: operasi yang dilakukan atas struktur atau arsitektur ‘tradisional’ dari konsep dasar ontology atau metafisik barat (occidental). Tetapi dalam bahasa Perancis, istilah destruction mengimplikasikan suatu pengancuran total, tetapi Derrida tidak menginginkan adanya penghancuran yang total itu. Untuk itulah Derrida memakai kata ‘deconstruction’ yang diketemukannya dalam Littre untuk menandai maksudnya dalam bahasa Perancis.
Rumusan Derrida mengenai dekonstruksi (deconstruction) tidak pernah secara definitif diperoleh. Kesulitan terletak pada Phenomenon deconstruction sebagai gejala “mengada” yang tidak pernah menuju ke arah kebakuan. Derrida mengatakan bahwa “dekonstruksi bukan semata-mata metoda kritis”. Metoda kritis perlu diartikan sebagai memiliki sifat kritis terhadap dirinya sendiri. Dengan hakekat kritis ini maka wilayah jelajah dekonstruksi tidak dibatasi pada konteks filosofi saja. Selain itu, oleh Derrida dekonstruksi juga dianggap bukanlah merupakan metoda berpikir yang destruktif, karena senantiasa membongkar habis struktur-struktur makna dan bangun suatu konsep. Menurut Derrida “sikap dekonstruksi senantiasa afirmatif dan tidak negatif”, sebab sesuatu yang negatif tidaklah membuka diri pada pencarian pemahaman lebih utuh.
Kita harus belajar menganggap Arsitektur sebagai kegiatan berfikir, bukan sebagai pernyataan ide-ide. Membangun dan berfikir perbandingannya tidak sama dengan praktek dan teori.
Derrida menginginkan transformasi sehingga membangun adalah sebanding dengan menulis. Seperti arsitek memberi bentuk pada tempat dan dengan demikian menciptakan ruang dalam kota, penulis memberi bentuk pada bahasa untuk membuat ruang bagi diskusi. Demikianlah bagi Derrida menulis adalah suatu bentuk tunggal.
Peter Eisenman memandang Arsitektur juga sebuah teks, dibangun dengan tanda-tanda. Ia merancang sebuah Arsitektur yang tidak menutup, tidak menyatukan atau menyeluruh, akan tetapi membuka, menghambur, membagi dan dengan demikian mendekati situasi ketidakpastian mendasar manusia. Ia menolak kepastian dan nilai lama dan ingin memperbaiki Arsitektur menjadi kekuatan positip dalam dunia, yang mampu memdidik dan berkomunikasi. Ia selalu mencari pembenaran linguistik dan filsafat bagi Arsitektur.
Demikianlah Dekonstruksi telah berperan besar dalam menggerogoti teori-teori fungsionalis lama arsitektur. Bilamana kita ingin belajar mengerti Dekonstruksi lebih baik, perlu kita menempatkannya diantara aliran-aliran aktual baru yaitu Regionalisme Kritikal dan Pasca Modernisme.
Regionalisme kritikan antara lain diwakili oleh Kenneth Frampton, ditandai oleh pencarian keunikan kawasan, memperbaiki tempat semula, melindunginya terhadap kesesatan madernitas. Arsitektur sebagai penolakan budaya tunggal dan kapitalisme. Bahasa Arsitektur setempat harus direkfleksikan secara kritikal dalam rancangan- rancangan baru.
Filsafat dekonstruksi Derrida sangat relevan karena menawarakan pemahaman dan perspektif baru tentang arsitektur, sehingga proses pemikiran kembali (rethinking) premis dan kaidah tradisional arsitektur dapat dilakukan. Dekonstruksi telah menggariskan prinsip-prinsip penting sebagai berikut : (Iwan Sudrajat, Sketsa, edisi 11, 1995, hal-24).
  1. Tidak ada yang absolut dalam arsitektur. Tidak ada satu cara atau gaya yang terbaik, atau landasan hakiki di mana seluruh arsitektur harus berkembang. Gaya klasik tradisional, modern dan lainnya mempunyai posisi dan kesempatan yang sama untuk berkembang.
  2. Tidak ada ontologi dan teologi dalam arsitektur. Tidak ada tokoh atau sosok yang perlu didewakan atau disanjung.
  3. Dominasi pandangan dan nilai absolut dalam arsitektur harus segera diakhiri. Perkembangan arsitektur selanjutnya harus mengarah pada keragaman pandangan dan tata nilai.
  4. “Visiocentrism” atau pengutamaan indera penglihatan dalam arsitektur harus diakhiri. Potensi indera lain harus dimanfaatkan pula secara seimbang.
  5. Arsitektur tidak lagi identik dengan produk bangunan. Arsitektur terkandung dalam ide, gambar, model dan fisik bangunan dengan jangkauan dan aksentuasi yang berbeda.

PRINSIPAL DEKONSTRUKSI MENURUT MICHAEL BENEDIKT

Dalam upayanya untuk mengupas lebih dalam mengenai dekonstruksi, Michael
Benendikt dalam bukunya “Deconstructing The Kimbell” mencoba menunjukkan bahwa :
  • Pemikiran Derrida sangat unik dan produktif bagi arsitektur.
  • Hal ini sering terjadi dan sebatas penamaan kembali atas prosedur dan sikap-sikap yang umum dipakai dalam disain arsitektur modern dan perbelajaran dalam disain.
  • Banyak tafsiran tentang dekonstruksi dengan sudut pandang berlawanan yang dihadirkan melalui cara pembacaan sebuah karya secara berbeda.
Dengan berdasarkan pada pengertian dekonstruksi diatas, Michael Benedikt akhirnya memilih empat cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh dekonstruksi berlaku pada sebuah karya arsitektur, seperti yang dilakukannya pada karya Louis Kahn, yaitu Museum Kimbell (Benendikt, 1991). Keempat prinsipal dekonstruksi yang dapat ditransformasikan dan diaplikasikan melalui arsitektur tersebut adalah:

DIFFERENCE

Difference menurut Derrida bukanlah suatu konsep atau kata, meminjamkan dari pengertian Culler tentang definisi difference secara harfiah, Benedikt mendefinisikannya ke dalam tiga hal :

Difference

Sistem perbedaan-perbedaan universal yaitu, pengaturan ruang/jarak/spasi (spacing), dan perbedaan-perbedaan antara sesuatu/dua hal (distinctions between things); perhatiannya bukan terhadap kosakata tersebut, melainkan lebih kepada dimensi di sepanjang pokok soal dalam pembedaan koskata tersebut untuk saling memisahkan diri dan saling memunculkan.

Deferral

Proses dari meneruskan (passing along); menyerahkan (giving over); menunda atau menangguhkan (postponing); pen-skors-an (suspension); mengulur (protaction) dan sebuah jarak dalam waktu (a ‘spacing’ in time).

Differing

Pengertian berbeda yang ditunjukkan dengan tidak sependapat (disagreeing); tidak sepakat (dissenting) atau bahkan penyembunyian (dissembling).
Selain memiliki pengertian diatas, difference juga sangat dekat artinya dengan kata Jepang ma yang artinya interval in space, interval in time dan moment/place/occasion. Pengertian dari ma ini lebih dekat pada hubungannya dengan penundaan waktu atau jarak waktu antara dua hal.
Mendefinisikan seluruh pengertian tentang difference tersebut ke dalam satu pengertian tidak mudah. Untuk memahami harus memiliki setidak-tidaknya dua hal, dua unsur atau dua anggota dari suatu sistem tanda. Keberadaan (presence) sesuatu tidak dapat dibedakan tanpa adanya yang lain, yaitu ketiadaan (absence). Ketiadaan terletak di balik dan selalu mencerminkan keberadaan. Keberadaan dan ketiadaan adalah suatu oposisi
yang bersifat paling mendasar. Dua hal lain juga dimunculkan dalam between, binary opposition, traces, being and nothing, inside and outside dan masih banyak lagi.
Dengan demikian, Benedikt memusatkan perhatiannya pada kata difference ini dalam tiga hal pokok yaitu, sistem universal kata difference dengan penekanan tidak pada arti katanya, proses pembedaannya dan pengertian yang ditimbukan akibat pembedaan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar