Metode barometris prinsipnya adalah mengukur beda tekanan atmosfer suatu ketinggian menggunakan alat barometer yang kemudian direduksi menjadi beda tinggi.
Pengukuran dengan barometer relatif mudah dilakukan, tetapi membutuhkan ketelitian pembacaan yang lebih dibandingkan dua metode lainnya, yaitu metode alat sipat datar dan metode trigonometris
Hasil dari pengukuran barometer ini bergantung pada ketinggian permukaan tanah juga bergantung pada temperatur udara, kelembapan, dan kondisi - kondisi cuaca lainnya.
Hasil dari pengukuran barometer ini bergantung pada ketinggian permukaan tanah juga bergantung pada temperatur udara, kelembapan, dan kondisi - kondisi cuaca lainnya.
Pada prinsipnya menghitung beda tinggi pada suatu wilayah yang relatif sulit dicapai karena kondisi alamnya dengan bantuan pembacaan tekanan udara atau atmosfer menggunakan alat barometer
Dari ketiga metode di atas yang keuntungannya lebih besar ialah alat sipat datar, karena setiap ketinggian berbedabeda dan tekanan berbeda - beda maka hasil pengukurannya pun berbeda - beda. Pengukuran sipat datar KDV maksudnya adalah pembuatan serangkaian titik - titik di lapangan yang diukur ketinggiannya melalui pengukuran beda tinggi untuk pengikatan ketinggian titik - titik lain yang lebih detail dan banyak. Tujuan pengukuran sipat datar KDV adalah untuk memperoleh informasi tinggi yang relatif akurat di lapangan yang sedemikian rupa sehingga informasi tinggi pada daerah yang tercakup layak untuk diolah sebagai informasi yang lebih kompleks. Referensi informasi ketinggian diperoleh melalui suatu pengamatan di tepi pantai yang dikenal dengan nama pengamatan pasut. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat sederhana yang bekerja secara mekanis, manual, dan elektronis.
Pengukuran sipat datar KDV diawali dengan mengidentifikasi kesalahan sistematis dalam hal ini kesalahan bidik alat sipat datar optis melalui suatu pengukuran sipat datar dalam posisi 2 stand.
Peristiwa alam menunjukan bahwa semakin tinggi suatu tempat maka semakin kecil tekanannya. Hubungan antara tekanan dan ketinggian bergantung pada temperatur, kelembaban dan percepatan gaya gravitasi. Secara sederhana kita dapat menentukan hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan tinggi.
Menurut hukum Boyle dan Charles:
P . V = R . T..........................................1
Dimana:
P = tekanan gas (udara) persatuan masa, dalam satuan Newton/m2
V = volume gas (udara) persatuan masa, dalam satuan m3
R = konstanta gas (udara)
T = temperatur gas (udara) dalam satuan kelvin (00C = 2730K).
P = tekanan gas (udara) persatuan masa, dalam satuan Newton/m2
V = volume gas (udara) persatuan masa, dalam satuan m3
R = konstanta gas (udara)
T = temperatur gas (udara) dalam satuan kelvin (00C = 2730K).
Disamping itu, karena antara massa m dengan volume V dan kepadatan �� mempunyai hubungan:
M = V . ��
Maka untuk satu satuan masa, V = 1/��. Dengan demikian rumus di atas akan menjadi:
P = �� . R . T....................2
Bila perubahan tekanan udara adalah dp untuk satu satuan luas sesuai dengan perubahan tinggi dh, maka:
Dp = - g . �� . dh..............3
Dimana g = percepatan gaya berat, �� = kepadatan udara. Kombinasi rumus 2 dan 3 akan memberikan:
Bila P1 adalah tekanan udara pada ketinggian H1 dan P2 adalah tekanan pada ketinggian H2, maka dengan menggunakan rumus 4
Harga konstanta R dapat ditentukan besarnya, apabila kita menentukan harga standar untuk p = ps , �� = ��s dan T = Ts. Dari rumus 2:
Subtitusikan harga R persamaan 6 kedalam persamaan 5:
Bila diambil harga standar sbb:
Ps = 101325 N/m2 yang sesuai dengan tekanan 760 mmHg pada temperatur 00C dan g = 9.80665 N/kg
Dimana:
P2 = tekanan udara pada ketinggian H2 dalam mmHg
P1 = tekanan udara pada ketinggian H1 dalam mmHg
T = temperatur udara rata-rata pada ketinggian H1 dan H2 dalam 0K
Ts = temperatur udara standar = 2730K
Tidak ada komentar:
Posting Komentar