House of Sampoerna |
Hari sudah sore ketika saya tiba di House of Sampoerna (HOS). Saya bahkan sempat kehilangan arah sebab plang penunjuk jalan yang dulu ada tampaknya tidak lagi terpasang. Setelah memutar agak jauh, akhirnya saya temukan juga belokan yang benar menuju lokasi HOS. Dinding bekas bangunan penjara Kali Sosok yang menjulang tinggi dan berhias mural warna-warni menjadi bukti saya berada di jalur yang benar.
Memasuki komplek bangunan HOS, kita akan disambut oleh teras utama yang dikawal empat pilar yang tampak kokoh. Agaknya saya jadi teringat dengan bangunan klasik era Yunani dan Romawi yang juga khas dengan deretan kolom pada muka bangunannya. Bedanya, di sini, kolom-kolom tersebut didandani hingga menyerupai batang-batang rokok. Bangunan ini memang didirikan pada tahun 1862 dan dulunya merupakan gedung panti asuhan sebelum dibeli oleh Liem Seeng Tee, pendiri perusahaan rokok Sampoerna, pada tahun 1932. Tak heran jika corak arsitekturnya cenderung bergaya kolonial-klasik. Terlihat dari depan, massa bangunan ditata menurut aturan simetri. Bangunan utama yang terletak di tengah diapit oleh dua bangunan kembar pada bagian kanan-kirinya. Sayap bangunan sebelah Timur kini digunakan sebagai kafe, sementara yang bagian Barat sejak dulu hingga kini masih digunakan sebagai kediaman keluarga keturunan Liem Seeng Tee, meskipun, menurut petugas, rumah tersebut kini sifatnya lebih seperti rumah liburan saja. Bangunan utamanya sendiri kini berfungsi sebagai museum sekaligus pabrik produksi rokok di bagian belakangnya.
Dilihat dari depan, gedung utama tampak gagah. Pilar-pilar tadi ditambah dinding batu kasar berwarna kelabu terlihat seperti benteng kerajaan dalam cerita-cerita dongeng. Tetapi, kekakuan tersebut segera luruh begitu kita membuka pintu masuk utama yang terbuat dari kayu dengan hiasan kaca patri. Samar-samar terdengar gemericik lembut dari kolam koi bundar yang terletak persis setelah pintu. Hangat, begitulah kesan yang segera dapat saya tangkap dari interior gedung HOS ini. Warna-warna pastel yang diaplikasikan pada ruangan dipadukan dengan furnitur kayu dan penerangan bernuansa kuning temaram.
Ruang pertama museum bercerita tentang sejarah Liem Seng Tee, pendiri Sampoerna, merintis awal mula bisnisnya. Di sini ditampilkan replika warung yang dipakai Seeng Tee menjajakan produk rokoknya pertama kali, juga sepeda angin dan meja kerja yang dipakainya kemudian. Ada juga koleksi foto-foto keluarga dan beberapa barang pribadi yang memiliki nilai historis bagi anggota keluarga ini. Di salah satu sudut, terpacak sebuah bangunan miniatur brick oven, yaitu bangunan bata yang digunakan oleh petani tembakau tradisional untuk mengeringkan daun-daun tembakau yang telah panen. Di sampingnya, dipajang contoh tembakau kering yang telah dicacah secara manual dan diwadahi dalam besek-besek berukuran besar. Ditambah sebuah alat giling, benda-benda ini menunjukkan tahapan awal proses pengolahan tembakau sebelum lebih lanjut menjadi rokok.
Replika kios pertama Liem Seeng Tee. Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/surabaya/house-of-sampoerna/preview/house-of-sampoerna-29.jpg |
Masih di ruangan yang sama, dipajang juga peralatan cetak bungkus rokok yang digunakan pada produksi jaman dulu dan sejumlah koleksi antik lainnya yang masih terkait dengan sejarah perusahaan. Yang paling menarik adalah display varian produk rokok yang pernah diproduksi oleh perusahaan ini. Termasuk dalam koleksi yang dipamerkan adalah beberapa produk edisi khusus, seperti rokok yang disajikan di Istana Presiden dan Wakil Presiden yang bungkusnya bergambar lambang Garuda Pancasila. Ada juga beberapa varian produk rokok Sampoerna yang dipasarkan di luar negeri.
Dari ruangan ketiga, perjalanan hanya dapat dilanjutkan ke lantai dua. Ruangan di lantai dua ini tidak lagi menampilkan koleksi barang-barang bersejarah perusahaan, melainkan sejumlah cinderamata yang dijual bagi turis atau pengunjung yang berminat. Cinderamata tersebut berupa kaos, kain batik, serta pernak-pernik lainnya. Beberapa petugas terlihat berjaga siap melayani pembelian.
Tetapi, atraksi utama dari ruangan di lantai dua ini sebenarnya adalah ini: wanita-wanita pekerja pabrik rokok. Hanya dibatasi dengan sekat kaca, ruangan lantai dua ini memang memiliki akses visual terhadap pabrik rokok yang terletak di belakang gedung utama. Pabrik rokok tersebut berupa sebuah hall satu lantai yang luas dan tinggi. Langit-langitnya sinambung dengan langit-langit bangunan utama yang dua lantai.
Tetapi, atraksi utama dari ruangan di lantai dua ini sebenarnya adalah ini: wanita-wanita pekerja pabrik rokok. Hanya dibatasi dengan sekat kaca, ruangan lantai dua ini memang memiliki akses visual terhadap pabrik rokok yang terletak di belakang gedung utama. Pabrik rokok tersebut berupa sebuah hall satu lantai yang luas dan tinggi. Langit-langitnya sinambung dengan langit-langit bangunan utama yang dua lantai.
Pekerja pabrik sedang memproduksi rokok secara manual. Sumber: http://www.eastjava.com/tourism/surabaya/house-of-sampoerna/preview/house-of-sampoerna-10.jpg |
Jika datang saat jam kerja normal, kita dapat melihat ratusan wanita yang bekerja memproduksi rokok secara manual, mulai dari melinting, menggunting dan merapikan ujung rokok, mengelem, hingga mengepak bungkus rokok. Yang unik adalah bagaimana mereka melakukannya dengan sangat tepat dan luar biasa cepat, nyaris seperti mesin (konon, kecepatan produksi para pekerja tersebut mencapai 325 batang rokok per jam). Untuk pengunjung yang ingin mengamati lebih dekat, terdapat sebuah ruangan kecil dengan sekat kaca di lantai dua. Di situ, sebagian pekerja tampak menyelesaikan pekerjaan sebagaimana rekan-rekannya yang ada di pabrik di bawah.
Sayang sekali, saat saya datang, jam produksi pabrik telah usai. Beruntung, pengelola museum telah menyiapkan perangkat multimedia interaktif seperti di lantai satu, kali ini untuk menunjukkan pada pengunjung yang tidak sempat melihat langsung bagaimana cepat dan piawainya tangan para pekerja super tersebut memproduksi rokok, atraksi utama sekaligus "klimaks" dari perjalanan mengunjungi museum ini.
Kisah-kisah
Sebagaimana lazimnya bangunan tua, gedung House of Sampoerna pun memiliki sejarah yang terbentang panjang sejak awal dibangun. Gedung ini didirikan pada tahun 1862. Mulanya, gedung ini digunakan sebagai bangunan panti asuhan yang dikelola oleh orang Belanda. Panti asuhan tersebut akhirnya dipindah ke daerah lain, meninggalkan gedung ini kosong selama beberapa waktu sebelum akhirnya dibeli oleh Liem Seeng Tee pada tahun 1932.
Dari sinilah Seeng Tee merintis usahanya hingga bisa berkembang pesat menjadi perusahaan besar seperti sekarang. Dalam perkembangannya, gedung ini tidak hanya digunakan sebagai pabrik produksi rokok saja. Aula besar yang terletak agak di belakang komplek bangunan utama (sekarang digunakan sebagai bangunan pabrik) dulunya pernah dipakai sebagai gedung pertunjukan teater serta bioskop. Apa yang sekarang menjadi bangunan museum dulunya adalah lobby sekaligus sarana akses masuk bagi pengunjung bioskop. Bagian bawah aula merupakan area penonton umum, sementara lantai dua gedung utama (sekarang toko suvenir) dikhususkan bagi penonton kelas VIP. Konon, pada masanya, gedung pertunjukan ini tergolong besar dan lumayan tersohor. Sejumlah orang penting sempat mampir ke tempat ini, seperti Presiden pertama RI, Ir. Soekarno dan bintang film bisu populer Charlie Chaplin.
Sumber: http://houseofsampoerna.museum/images/img_founder_theatre_1.jpg |
Selain riwayat sejarah, gedung House of Sampoerna juga menyimpan cerita melalui dekorasi-dekorasi arsitektural yang tersebar di berbagai tempat pada bangunannya. Sebagaimana orang etnis Tionghoa pada umumnya, Seeng Tee pun cukup akrab dengan sistem kepercayaan yang terkait dengan simbologi. Ia menerapkan prinsip tersebut pada beberapa hal. Contohnya, logo salah satu produk rokoknya yang dihiasi gambar sembilan buah bintang. Angka sembilan dipercaya melambangkan keberuntungan. Tak heran jika kemudian bangunan museum House of Sampoerna juga dihiasi dengan simbol-simbol yang bernilai filosofis pula.
Pada puncak bagian depan gedung museum, hiasan kaca patri pintu masuk utama, hingga pada ukiran langit-langit pabrik di bagian belakang, dapat kita jumpai karakter aksara Mandarin wang ( 王 ) yang berarti raja. Hal ini karena Seeng Tee memang memiliki keinginan untuk menjadi “raja” melalui bisnis yang ia geluti.
Selain itu, jika kita amati tegel hias pada dinding, kita akan menemui gambar trinitas berupa tiga tangan menunjuk ke tiga arah yang berbeda. Simbol ini menggambarkan tiga unsur yang menjadi penopang kesuksesan bisnis Sampoerna, yakni produsen, konsumen, dan distributor. Ketiga unsur ini harus dijaga agar dapat tetap bersinergi dengan baik.
Itu tadi hanya sekelumit, barangkali masih ada cerita-cerita lain yang tersimpan dari gedung ini yang belum saya ketahui. Bagaimanapun, berkunjung ke House of Sampoerna merupakan pengalaman yang menyenangkan. Sebagai museum sebuah perusahaan rokok, HOS telah menunjukkan pada kita bagaimana caranya menjadi penikmat rokok tanpa harus menghisap asapnya. (*)
Logo perusahaan. Sumber: http://photos1.blogger.com/x/blogger2/480/1543/1600/48138/DSCN2995.jpg |
House of Sampoerna
Cafe · Gallery · Museum · Restaurant
Alamat | Jalan Taman Sampoerna 6 , Surabaya , Jawa Timur , Indonesia , 60163Waktu operasional | Setiap hari (kecuali libur Idul Fitri), 09.00 - 22.00 WIB
Telepon | 031-3539000
E-mail | hos.surabaya@sampoerna.com
E-mail | hos.surabaya@sampoerna.com
Website | http://houseofsampoerna.museum
style="display:inline-block;width:300px;height:250px"
data-ad-client="ca-pub-6620210654171217"
data-ad-slot="4024852889">
Tidak ada komentar:
Posting Komentar