Rabu, 18 Juni 2014

Disorientasi dalam Arsitektur


Tentang Blind Light


Blind Light adalah salah satu instalasi yang diciptakan oleh Antony Gormley. Instalasi tersebut dapat dideskripsikan sebagai box atau ruangan berbentuk kubus yang dapat dimasuki oleh kurang lebih 25 orang. Uap air yang mengisi ruangan tersebut menghadirkan pengalaman yang menarik bagi orang-orang yang memasukinya. Uap air tersebut cukup tebal untuk membatasi pengelihatan orang-orang tersebut dimana ketika seseorang menjulurkan tangannya sendiri, dapat dikatakan mustahil baginya untuk dapat melihat tangannya sendiri. 

Dengan jelas dapat dilihat bahwa ada cahaya di dalam instalasi tersebut, namun kita tidak dapat melihat dimana sumber cahayanya. Uap air yang mengisi instalasi tersebut menyebabkan arah cahaya menjadi berbaur, seakan-akan ruangan tersebut berisi cahaya.


Instalasi Blind Light
Sumber: www.telegraph.co.uk/blindlight.htm

Menabrak batas ruangan tersebut, kira-kira itulah yang kebanyakan orang-orang alami ketika berada di dalam instalasi ini. Dikarenakan tidak dapat melihat sekeliling termasuk tubuh sendiri, maka sebuah pengalaman disorientasi layaknya berada dalam kabut dirasakan oleh orang-orang yang berada di dalamnya.

Salah satu ide dari instalasi ini bukanlah tentang “melihat”, melainkan tentang “tidak melihat”. Instalasi biasanya diciptakan untuk “dilihat”, dirasakan oleh manusia, namun tidak untuk instalasi Antony Gormley ini. Terdapat sebuah momen yang menarik ketika tubuh seseorang tiba-tiba terlihat ketika ia mulai meninggalkan atau keluar dari ruangan tersebut. Ketika berada di luar dari instalasi tersebut, kita dapat melihat telapak tangan atau kadang-kadang bagian tubuh lain dari orang-orang yang berada di dalamnya berusaha untuk meraba-raba batas dari ruangan tersebut dan mencari jalan keluarnya, layaknya sebuah serangga yang terjebak dalam perangkap dan berusaha agar dapat bebas dari perangkapnya. 

Konsep lain dari Blind Light adalah space experience atau pengalaman manusia terhadap ruang di sekelilingnya. Dalam kehidupan, seorang manusia dapat merasakan adanya ruang dengan jelas, hal ini dikarenakan manusia dapat pula merasakan adanya pembatas ruang-ruang tersebut baik secara fisik maupun tidak. Namun di dalam Blind Light, kemampuan seorang manusia untuk merasakan ruang menjadi hilang. Seseorang tidak dapat lagi merasakan adanya batas-batas ketika berada di dalamnya, akibatnya persepsi manusia mulai beraksi. Tiap orang akan mempunyai persepsi yang berbeda dengan yang lain tentang ruang tersebut. Ada yang berpersepsi bahwa ruang tersebut amat luas, namun juga ada yang akan berpersepsi sebaliknya.

Antara Blind Light dan Arsitektur Organik

Berada di dalam Blind Light memberikan perasaan bahwa kita tidak berada di dalam sebuah ruangan, melainkan berada di space yang tak terbatas, berada di alam bebas. Bila selama ini ruang-ruang yang memiliki batas yang jelas dan masif memberikan suasana terkurung, terbatas atau terkekang di dalamnya, maka Blind Light yang menyamarkan batas-batas tersebut akan memberikan suasana sebaliknya, yaitu suasana bebas. 

Blind Light memiliki persamaan makna dengan arsitektur organik sebagai arsitektur yang membebaskan, seperti yang dikatakan Frank Lloyd Wright, “By organic architecture I mean as an architecture that develops from within outward in harmony with the condition of it’s being as distinguished from one that is applied from without” (dalam Collins, 1965: 152). Arsitektur organik yang dimaksud Wright adalah arsitektur yang harmonis dengan tapak atau site, terbentuk dari dalam ke luar secara integral seperti tumbuhan, dan menghasilkan ruang-ruang yang mengalir dan mengutamakan perasaan bebas di dalam ruang seperti kebebasan yang ada di alam. 

Arsitektur Organik bertujuan menghasilkan bangunan yang “hidup”, bukan bangunan yang “mati”, yang hanya bisa bekerja dan memenuhi fungsinya. Walaupun Blind Light bukanlah sebuah ruang yang ditinggali layaknya ruang dalam arsitektur, instalasi tersebut juga mengajarkan bahwa ruang dapar diciptakan menjadi lebih “hidup” dalam artian lebih dapat memberikan pengalaman-pengalaman terhadap manusia di dalamnya. Ruang tidak lagi dapat diciptakan sebagai “objek mati” yang hanya menyaksikan manusia beraktifitas di dalamnya, namun bisa menjadi “objek hidup” yang turut memberikan pengalaman terhadap aktifitas manusia di dalamnya. 

Yang membuat ruang dalam Blind Light “hidup” adalah karena ruang tersebut membuat orang-orang merasakan pengalaman lain –dalam hal ini adalah disorientasi- dibandingkan dengan ruang-ruang yang lain. Dan salah satu yang menyebabkan hal tersebut adalah uap air yang memenuhi instalasi Blind Light. 

Di dalam Blind Light, bentuk atau geometri menjadi tidak berarti. Andaikata bentuk ruang instalasi tersebut diubah, tetap tidak akan mengubah perasaan disorientasi yang dihasilkan uap air di dalamnya. Uap air tersebut menyebabkan manusia merasakan menyaru dengan lingkungan sekitarnya, tidak ada perasaan dibatasi karena pembatas itu sendiri menjadi bagian dari alam atau lingkungan. Sama halnya dengan arsitektur organik yang didefinisikan Johnson (1994) sebagai arsitektur yang dipandang setara dengan alam. 

Architecture viewed as ‘like’ nature in that it is similar to a natural organism in its harmony, character, and unity, or because its shape and structure are based in natural forms and blend with nature, or imitate natural processes or outcomes –expecially the nature that organizes thing, react to environment forces, gravitational forces, undergoes the mysterious process called growth, flowering, and seeding, then eventually decays only to start all over again- has been labeled organic architecture (Johnson, 1994: 91)

Antara Blind Light dan Disoriented Movement
Saya mengambil beberapa kata kunci dari data-data sebelumnya sebagai referensi bagi saya untuk menghasilkan bentuk baru dengan referensi yang sama. Kata kuncinya adalah space experience dan arsitektur organik. Bentuk dalam konsep arsitektur organik tidak berarti meniru bentuk yang ada di alam secara harafiah, melainkan bentuk yang tepat. Bentuk yang tepat tidak harus kotak atau tegak lurus, namun juga tidak berarti menolak geometri seperti yang dikatakan Franck (2000), “As in nature, where everything has its own order, where spontaneity, beauty, and even wilderness are based on biologic-mathematical system…” 

Saya mengambil bentuk kotak atau bujur sangkar sebagai bentuk dasar dari geometri saya, karena bentuk bujur sangkar adalah bentuk yang paling statis, netral, dan tidak mempunyai arah tertentu (Ching, 1993: 57). Walaupun karateristik tersebut berlawanan dengan kondisi alam, dimana alam adalah ruang tidak statis (terus berkembang), dan memiliki orientasi tertentu (bumi dan planet lain berputar dengan orientasi tertentu), namun saya ingin membuktikan bahwa alam tidak dapat dideskripsikan dengan bentuk tertentu, dan bahkan oleh bentuk bujur sangkar sekalipun pasti dapat dikatakan bentuk alam. 

Alam itu hidup, terus mengalami perubahan baik secara fisik maupun tidak yang disebabkan oleh natural forces. Agar mengalami sebuah perubahan layaknya alam, maka saya juga memberikan forces terhadap bentuk dasar geometri saya tersebut. Forces yang saya berikan adalah copying, moving, and rotating yang dilakukan secara vertikal. Saya memberikan forces tersebut agar membuat bentuk dasar ini tersusun menjadi sebuah kesatuan, dimana kesatuan hadir dalam beberapa cara, terutama melalui (Parker, 2003):
  1. Harmoni atau persatuan beberapa elemen yang bekerja sama.
  2. Keseimbangan dari elemen-elemen yang kontras atau bertentangan.
  3. Perkembangan atau evolusi suatu proses menuju akhir atau klimaks; terdapat sekuens dimana elemen-elemen berurutan menuju kepada suatu akhir atau hasil. 
Geometri dengan konsep organik ini harus memiliki kesatuan pada keseluruhan bentuk mulai dari hubungan antara ruang-ruang, bentuk massa, sampai pada penggunaan material, seperti yang diungkapkan Javier Senosiain pada karyanya rumah Kiesler (dalam Senosiain, 2003: 137), “… To take the observer through a series of sequences which prove that the house is an organic whole and to design a model of rhythm, effects, and ordered sequences…”


Proses pembentukan kesatuan


Pemberian gaya putar


Forces terakhir yang saya berikan pada kesatuan bentuk tersebut adalah movement. Saya memberikan gaya berputar pada kesatuan bentuk tersebut untuk memenuhi kata kunci yang pertama, yaitu space experiences. Dengan bentuk yang berputat akan menyamarkan geometrinya sendiri, dimana secara keseluruhan geometri tersebut terlihat seakan-akan terus berkembang. Dengan adanya force ini pula yang membuat manusia susah untuk merasakan batas dari bentuk tersebut. Tidak ada batas yang fixed atau yang statis, semua batas bergerak sehingga manusia akan merasakan pengalaman ruang yang berbeda meskipun tetap berada di tempat yang sama. Kombinasi dari force inilah yang membuat geometri ini akan semakin “hidup” karena menghasilkan sebuah pengalaman ruang bagi manusia di sekitarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar