Suatu gedung yang berdiri tegak pasti  memiliki sistim struktur tertentu, entah itu sistim rangka (Frame),  Sistim corewall/shearwall, atau sistim ganda yang merupakan gabungan  dari sistim rangka dan core/shear wall. Sistim-sistim tersebut tentunya  dibuat dengan tujuan mampu memikul beban-beban yang akan diterima  bangunan, baik itu beban mati, beban hidup atau beban lateral (angin dan  gempa). Nah untuk menentukan apakah sistim tersebut aman-yang berarti  gedung tersebut juga aman- diperlukan beberapa kriteria yang harus  dipenuhi, yaitu Kekakuan, Kekuatan, dan kestabilan sistim. apa saja  syarat-syaratnya? 
- Syarat pertama adalah kekakuan.
Suatu struktur harus memiliki kekakuan yang cukup sehingga  pergerakkannya dapat dibatasi. Kekakuan struktur dapat diukur dari  besarnya simpangan antar lantai (drift) bangunan, semakin kecil  simpangan struktur maka bangunan tersebut akan semakin kaku (Smith dan  Coull, 1991). Ada perbedaan antara displacement dan drift, displacement  adalah simpangan suatu lantai di ukur dari dasar lantai sedangkan drift  adalah simpangan suatu lantai di ukur dari dasar lantai di bawahnya.  Kekakuan bahan itu sendiri dipengaruhi oleh modulus elastisitas bahan  dan ukuran elemen tersebut. Dan modulus elastisitas berbanding lurus  dengan kekuatan bahan, maka semakin kuat bahan maka bahan tersebut juga  semakin kaku. Namun bahan yang terlalu kaku bisa menjadi getas (patah  seketika). Bagaimana cara menghitung drift? Saya rasa setiap universitas  pasti mengajarkan hal ini dan banyak buku yang membahas hal ini seperti  Alan Williams, ph.d.,S.E.,C.Eng. dalam bukunya yang berjudul Structural  Analysis,in theory and practise memberi contoh bagaimana cara  menghitung displacement suatu rangka kaku sederhana (rigid frames). SNI 1726 pasal 8.1.2 mensyaratkan simpangan antar tingkat yang terjadi tidak boleh melampaui 0,03/R  kali tinggi tingkat yang bersangkutan namun atau 30 mm, bergantung mana yang lebih kecil, untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung (Δs). SNI 1726 menetapkan  ini untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang  berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan non struktural dan  ketidaknyamanan penghuni. Selain kinerja batas layan, SNI 1726 juga  menetapkan kinerja batas ultimit (Δm) pada pasal 8.2.1, dimana simpangan  antar tingkat tidak boleh melampuai 0,02 kali tinggi lantai yang bersangkutan dan Δm = (zeta) x R x Δs. Hal ini diperlukan untuk  membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur yang akan membawa korban jiwa manusia (Purwono et al, 77).
- Syarat yang kedua adalah kekuatan. 
Syarat kekuatan ini mencakup seluruh elemen struktur, baik pelat, kolom,  balok, dan shearwall. Cara mengeceknya pun sesuai dengan perilaku  elemen-elemen tersebut. Misalnya kolom, cari terlebih dahulu diagram  interaksi dan tentukan dimana titik Pu,Mu maksimum pada diagram  interaksi tersebut, jika titik tersebut berada di luar dan di bawah  keadaan balance, maka terjadi kegagalan tarik. Jika berada di luar  sebelah atas keadaan balance maka terjadi kegagalan tekan. Sedangkan  pada balok dan pelat, di cek dengan mengukur kemampuan balok dengan  ukuran dan tulangan terpasang kemudian bandingkan dengan momen yang  terjadi. Bila momen kapasitas balok di atas momen yang terjadi di  lapangan, baik itu tekan maupun tarik, maka balok dan pelat tersebut  aman. Sedangkan pada shearwall, ada beberapa pakar yang mengasumsikan  shearwall sebagai kolom pendek karena itu pengecekannya pun sama dengan  kolom, yaitu dengan mencari diagram interaksi tersebut.
- Syarat yang ketiga adalah kestabilan.
Konsep pemeriksaan kestabilan ini dikemukakan oleh Mac Gregor dalam  bukunya yang berjudul Reinforced Concrete, Mecjanics and Design pada  tahun 1997. Dalam bukunya tersebut beliau mengemukakan konsep kestabilan  struktur seperti sebuah bola yang berada pada suatu tempat dengan  keadaan tertentu.
 Pada gambar pertama di atas, keadaan a menunjukkan keadaan yang stabil,  yang berarti bahwa walaupun bola dapat bergerak namun tetap dapat  kembali pada keadaan semula. Sedangkan keadaan b menunjukkan keadaan  yang kurang stabil karena ketika bola tersebut bergerak ,belum tentu  bola tersebut akan kembali pada keadaan semula, sedangkan keadaan c  menunjukkan keadaan yang tidak stabil, dimana bila sedikit saja bola  terkena gaya dan bergerak maka bola tersebut akan langsung jatuh. Konsep  ini dapat diterapkan pada kolom atau shearwall yang merupakan struktur  utama penopang gedung. Kolom atau shearwall tersebut dapat mengalami  tekuk atau buckling, keadaannya pun berbeda-beda, namun jika kolom atau  shearwall tersebut dapat kembali pada keadaan semula maka kolom atau  shearwall tersebut dapat dikatakan stabil. Lalu bagaimana suatu kolom  atau shearwall dapat kembali pada keadaan semula setelah mengalami  tekuk? Hal ini juga telah di jabarkan oleh MacGregor dalam buku yang  sama, bahwa kolom beton bertulang mempunyai daya untuk menahan gaya  (tekan) yang menyebabkan tekuk, berbeda dengan kekuatan, karena gaya  yang menyebabkan tekuk bergantung pada panjang kolom bukan hanya ukuran  kolom. Sehingga faktor yang mempengaruhi daya kestabilan itu adalah EI  (modulus elastisitas dan momen inersia) dan h (panjang kolom), dan  rumusnya adalah:
 Jika Pu maksimum yang terjadi pada kolom kuran dari Pc kolom tersebut  maka dapat dikatakan bahwa kolom tersebut stabil dan sebaliknya jika Pu  maksimum melebihi Pc kolom tersebut maka kolom tersebut dapat dikatakan  kurang stabil.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar