Kamis, 04 Desember 2014

Proses Pembuatan Baja


Biji besi dari hasil pengeboran biasanya bercampur dengan pasir, tanah lempung, tanah liat serta batu-batuan,Pertama - tama memisahkan campuran tambahan dari biji besi. Untuk keperluan itu biji besi diangkut ke atas saluran goncang melawan aliran air. Dengan pengerjaan ini pasir tanah lempung dan tanah liat dipisahkan. Untuk kelancaran fabrikasi besi ada baiknya jikalau biji berukuran sama, oleh karena itu biji dipecahkan dengan pemecah biji hingga ukurannya sedapat mungkin sama besar dan selanjutnya disaring. Dengan demikian diperoleh suatu jumlah tertentu biji halus yang kemudian setelah  dicampur antara lain dengan bahan-bahan imbuh, dimasak bersama atau dirol hingga berupa bola-bola yang dapat dipergunakan kembali. Selanjutnya batu-batuan dipisahkan dari biji. Pengerjaan ini dilaksanakan dengan bantuan silinder besar yang berpuatar dan di dalamnya dipasang maknit-maknit kuat. Biji dan batu-batuan diangkut ke atas silinder dengan bantuan saluran transpor. Maknit akan lebih menarik biji berkadar besi dari pada batu-batuan. Dengan pemutaran silinder batu-batuan lebih dahulu dilepaskan dan berpindah ke tempat lain dari pada biji berkadar besi. Setelah itu biji dipanggang. Pemanggangan terjadi di dalam oven panggang. Dalam oven panggang ini biji dikeringkan, zat-zat yang mudah menghawa menghilang dan jikalau perlu karbonat besi diubah menjadi oksid besi. Jikalau biji telah mengalami pengerjaan ini, biji dibawa ke dapur tinggi. Dapur tinggi terdiri dari dua buah bentuk kerucut, yang berdiri satu di atas yang lain dengan alas-alasnya. Dapur ini dibangun tahan api, yang memperoleh kekokohan yang dibutuhkan dengan selubung baja pelat. Dapur diisi dengan sebutan muatan. Muatan terdiri dari biji besi bahan imbuh dan kokas. Gas yang dikala proses meninggalkan dapur tinggi masih dapat dipergunakan. Dengan alasan ini dapur dari atas ditutup dengan saluran gas. Muatan dapat dimasukkan ke dalam melalui saluran ini dengan kerugian gas yang minim. Untuk pembakaran kokas dibutuhkan banyak zat asam. Oleh karena itu udara atau angin ditiup ke dalam dapur melalui pipa tiup yang berada di atas api. Di dalam bagian bawah dapur tinggi ditampung besi kasar dan terak.

Seperti dapat dilihat dari rumus-rumus biji besi pada umumnya adalah suatu persenyawaan besi zat asam. Jikalau tidak demikian haalnya, umpama pada batu besi kalsit, maka biji besi di dalam oven panggang dapat diubah menjadi ilsid besi. Pada prinsipnya dalam dapur tinggi terjadi tidak lain dari pada pemisahan zat asam dari biji besi, sehingga kita mendapat besi sebagai sisa. Proses reduksi ( reduksi = pengurangan).

Dalam biji terdapat batu-batuan galian. Batu-batuan ini mempunyai titik lumer tinggi. Untuk menurunkan titik lumer ini ditambahakan bahan imbuh dalam bentuk kapur (CaO). Bahan imbuh ini melumer bersama dengan batu-batuan dan abunya menjadi terak yang menyelubungi tetesan besi yang terbentuk dan terak melindunginya melawan oksidasi dan mengapung di dalam tungku di atas cairan besi kasar.
Kita mengetahui bahwa berbagai proses kimia pada suhu tinggi berlangsung lebih cepat. Oleh karena itu udara yang kita butuhkan untuk pembakaran kokas, dipanaskan sebelumnya dalam pemanas udara.




Bahan Tambah Untuk Campuran Beton (Plasticizer, Retarder dan Hardener)

Bahan tambah (admixture) adalah suatu bahan berupa bubuk atau cairan, yang ditambahkan ke dalam campuran adukan beton selama pengadukan, dengan tujuan untuk mengubah sifat adukan atau betonnya. (Spesifikasi Bahan Tambahan untuk Beton, SK SNI S-18-1990-03).

Berdasarkan ACI (American Concrete Institute), bahan tambah adalah material selain air, agregat dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung.

Penambahan bahan tambah dalam sebuah campuran beton atau mortar tidak mengubah komposisi yang besar dari bahan lainnya, karena penggunaan bahan tambah ini cenderung merupakan pengganti atau susbtitusi dari dalam campuran beton itu sendiri. Karena tujuannya memperbaiki atau mengubah sifat dan karakteristik tertentu dari beton atau mortar yang akan dihasilkan, maka kecenderungan perubahan komposisi dalam berat-volume tidak terasa secara langsung dibandingkan dengan komposisi awal beton tanpa bahan tambah.

Penggunaan bahan tambah dalam sebuah campuran beton harus memperhatikan standar yang berlaku seperti SNI (Standar Nasional Indonesia), ASTM (American Society for Testing and Materials) atau ACI (American Concrete Institute) dan yang paling utama memperhatikan petunjuk dalam manual produk dagang.

Secara umum bahan tambah yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambah yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambah yang bersifat mineral (additive).

II. Chemical admixtures (bahan tambah kimia)
Menurut standar ASTM , terdapat 7 jenis bahan tambah kimia, yaitu:
  1. Tipe A, Water-Reducing Admixtures
  2. Tipe B, Retarding Admixtures
  3. Tipe C, Accelerating Admixtures
  4. Tipe D, Water Reducing and Retarding Admixtures
  5. Tipe E, Water Reducing and Accelerating Admixtures
  6. Tipe F, Water Reducing, High Range Admixtures
  7. Tipe G, Water Reducing,High Range Retarding Admixtures
Water-Reducing Admixtures (Plasticizer)
Water-Reducing Admixtures adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu. Bahan tambah ini biasa disebut water reducer atau plasticizer.

Plasticizer dapat digunakan dengan cara-cara sebagai berikut:
  1. Kadar semen tetap, air dikurangi
Cara ini untuk memproduksi beton dengan nilai perbandingan atau faktor air semen (fas) yang rendah. Dengan faktor air semen yang rendah akan meningkatkan kuat tekan beton. Dengan penambahan plasticizer, walaupun fas rendah, beton tetap memiliki sifat workabilitas yang baik.
  1. Kadar semen tetap, air tetap
Cara ini untuk memproduksi beton dengan slump yang lebih tinggi. Tingginya nilai slump akan memudahkan penuangan adukan.
  1. Kadar semen dikurangi, faktor air semen tetap
Cara ini dilakukan untuk memperoleh beton dengan penggunaan semen yang lebih sedikit, sehingga mengurangi biaya.

Komposisi dari plasticizer diklasifikasikan secara umum menjadi 5 kelas:
  1. Asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam
  2. Modifikasi dan turunan asam lignosulfonic dan kandungan garam-garam
  3. Hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya
  4. Modifikasi hydroxylated carboxylic acids dan kandungan garamnya
  5. Material lain seperti:
        Material inorganik seperti seng, garam-garam, barak, posfat, klorida
        Asam amino dan turunannya
        Karbohidrat, polisakarin dan gula asam
        Campuran polimer, seperti eter, turunan melamic, naptan, silikon, hidrokarbon-sulfat.

Berdasarkan prosentase pengurangan jumlah air, plasticizer/water reducer dibedakan menjadi 3 macam:
  1. Normal water reducer : Penggunaan jenis ini mampu mengurangi air antara 5 – 10%.
  2. Mid-range water reducer : Penggunaan jenis ini mengurangi air antara 10 – 15%.
  3. High-range water reducer : Jenis ini biasa disebut superplasicizers, mampu mengurangi air antara 20 – 40%.
Mekanisme adanya penambahan plasticizer dapat dijelaskan sebagai berikut:

Senyawa diserap oleh bidang muka antara air dengan zat padat. Partikel padat tersebut mengandung muatan sisa pada permukaannya dapat positif, negatif ataupun keduanya. Pada pasta semen, akibat perbedaan muatan tersebut,  partikel dengan muatan berbeda yang posisinya berdekatan menyebabkan gaya elektrostatik, selanjutnya partikel mengalami flokulasi/ penggumpalan (Gambar 1.a). Sejumlah air diikat oleh gumpalan tersebut dan diserap pada permukaan padat, sedang sedikit air yang tersisa mampu mengurangi viskositas/kekentalan pada pasta dan juga pada beton. Molekul pada plasticizer berfungsi menetralisir muatan pada permukaan atau membuat seluruh permukaan tersebut bermuatan seragam. Kemudian partikel tersebut saling tolak menolak (tidak lagi saling tarik menarik), sehingga semua partikel saling berpencar/dispersi dalam pasta  (Gambar 1.b). Hal ini membuat sebagian besar air mampu untuk mengurangi viskositas pada semen dan beton.  Interaksi pada permukaan ini hampir pasti diketahui terjadi pada partikel semen, dan dapat pula terjadi pada fraksi terhalus dari agregat halus.
 Gambar 1  Dispersion Action akibat Plasticizer: (a) Pasta menggumpal;    
(b) Pasta berpencar
Contoh produk plasticizer:
  1. Plastiment NS
Produk ini dikeluarkan oleh Sika, dengan bahan dasar polimer padat. Plastiment NS memenuhi standar ASTM C-494 Tipe A dan AASHTO M-194 Tipe A. Plastiment NS direkomendasikan untuk digunakan pada aplikasi beton kualitas tinggi dengan peningkatan kuat tekan awal dan waktu ikatan normal. Produk ini dapat mengurangi air sampai dengan 10% untuk memperoleh beton yang mudah dikerjakan dengan kuat tekan dan kuat lentur yang lebih tinggi. Dosis yang digunakan adalah 130 - 265 ml untuk tiap 100 kg semen.
  1. Plastocrete 161W
Merupakan produk Sika dengan bahan polimer dan telah memenuhi persyaratam ASTM C-494 Tipe A. Direkomendasikan untuk digunakan pada beton kualitas tinggi dengan workabilitas sangat baik dan waktu ikatan cepat. Plastocrete 161W memberikan hasil yang optimal apabila dikombinasikan dengan fly ash (abu terbang). Dosis yang digunakan adalah 195 - 650 ml/100 kg semen.
  1. Plastocrete 169
Produk Sika dengan tujuan ganda, yaitu sebagai reducer dan retarder. Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A. Digunakan untuk beton normal dan memerlukan retarder. Tujuan ganda Plastocrete 169 sebagai water reducer normal dan set retarder memberikan fleksibilitas yang tinggi pada penggunaannya dan dapat dikombinasikan untuk meningkatkan kualitas maupun nilai ekonomis. Apabila digunakan untuk reducer, digunakan dosis 261-391 ml/100 kg semen. Apabila digunakan sebagai set retarder, dosis 390-520 ml/100 kg berat semen.
  1. Viscocrete 4100
Merupakan produk Sika yang digunakan sebagai high range water reducer dan superplasticizer.Produk ini telah memenuhi syarat ASTM C-494 Tipe A dan F. Bahan tambah ini dapat digunakan dengan dosis rendah untuk mengurangi air antara 10-15% dan apabila digunakan dengan dosis tinggi mampu mengurangi air hingga 40%. Produk ini dapat digunakan untuk Self Compacting Concrete (SCC) karena dapat memberikan workabilitas yang tinggi. Viscocrete 4100 tidak mengandung formaldehid dan kalsium klorida serta tidak menyebabkan korosi pada tulangan baja. Untuk tujuan umum dosis yang direkomendasikan sebanyak 195-520 ml/100 kg semen. Apabila diinginkan pengurangan air secara maksimum, dosisnya dapat mencapai 780 ml/100 kg semen.




Alternatif Material Ferosemen Untuk Memperkuat Beton Bertulang

Akhir-akhir ini, para civil engineer, khususnya structural engineer, kembali harus menghadapi kenyataan betapa gempa bumi seperti pada gempa Turki dan gempa Taiwan dapat merobohkan tidak saja bangunan lama yang di bangun (tahun 70-an). Saat penguasaan ilmu mendesain struktur tidak sebaik sekarang ini, tetapi juga bangunan yang relatif baru. Akibat dari gempa-gempa tersebut selain jatuhnya korban yang mencapai angka ribuan, meskipun bukan semuanya disebabkan oleh ambruknya bangunan, puluhan ribu lainnya harus kehilangan tempat tinggal. Selain itu, juga mengakibatkan terhentinya aktivitas ekonomi dan pemerintahan, serta tidak berfungsinya fasilitas umum vital seperti aliran listrik, air bersih,telephone, gas, dsb. Hal ini menyebabkan penderitaan korban gempa bumi semakin bertambah. Penderitaan dan terhentinya nadi ekonomi sebenarnya tidak disebabkan oleh mekanisme dari suatu gempa bumi tetapi lebih disebabkan oleh hancurnya infrastruktur yang dibangun oleh manusia yang seharusnya menjadi tempat dan fasilitas untuk menunjang dan menikmati kehidupan yang nyaman. Penyebab dari rubuhnya bangunan, khususnya bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak dan juga jembatan beton bertulang, adalah akibat ambruknya atau hancurnya kolom yang merupakan bagian struktur yang utama pada bangunan teknik sipil. Umumnya kehancuran kolom tersebut disebabkan oleh kurangnya kemampuan menahan geser dan rendahnya daktilitas (ductility) akibat, salah satunya, jumlah tulangan geser yang dipasang tidak mencukupi. Kalau pada bangunan lama kurangnya tulangan geser yang dipasang memang akibat peraturan beton yang ada pada saat itu mengaturnya demikian, tetapi pada bangunan baru kekurangan tulangan geser pada kolom lebih banyak disebabkan oleh kesalahan manusia yang dilakukan secara sadar. Selain jumlah tulangan geser yang tidak memadai, pada bangunan yang relatif masih baru, yaitu yang dibangun pada tahun 1980-an, meskipun jumlah tulangan geser yang dipasang jauh lebih rapat dibandingkan dengan yang terpasang pada bangunan yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi karena sudut kait (hook) ujung tulangan geser yang hanya 90-derajat ternyata tidak mencukupi untuk mentranfer tegangan agar tulangan geser bisa menahan deformasi tulangan utama kolom. Pada beberapa kasus gempa bumi, banyak kolom yang mengalami kehancuran geser yang dimulai oleh terbukanya kait tulangan geser. Hasil dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa jika pada kolom yang jumlah tulangan gesernya sedikit atau kurang tetapi diberi penguat berupa selubung (jacket) pada bagian luarnya, kekuatan kolom tersebut akan meningkat, dan yang paling penting adalah daktilitasnya juga meningkat secara signifikan. Karenanya,penggunaan selubung, baik dari pelat baja, compositbase material (carbon fiber sheet, aramid, dsb), maupun beton bertulang, banyak kita jumpai applikasinya terutama dinegara-negara yang rentan terhadap gempa bumi dan kaya seperti, Jepang, Amerika, New Zealand, dll. Akan tetapi, penggunaan material tersebut bisa jadi akan sangat mahal dan memerlukan high skill labors (misalnya jika bahan pelat baja dan carbon fiber yang digunakan), ataupun secara visual tidak atau kurang bisa diterima karena ukuran kolom menjadi sangat besar (beton bertulang, tebal jacket mencapai 10 cm).
Dalam teknologi beton dikenal banyak jenis beton bertulang, diantaranya:

Beton bertulang konvensional (yang umumnya kita kenal dan digunakan pada banyak bangunan, seperti untuk membuat kolom atau tiang, balok, pelat lantai, dll).Tulangannya dari besi batangan dengan diameter yang beragam.

Beton Prestress (disebut juga beton prategang, karena terhadap tulangannya (biasanya dari kawat khusus) diberi sejumlah tegangan ditarik).

Ferrosemen (terbuat dari mortar (semen+pasir+air) + jaringan kawat (wire mesh) sebagai tulangan)

Fiber Concrete (beton serat), terbuat dari beton (semen+pasir+kerikil+air) + serat sebagai tulangan. Beton bertulang berserat ( fiber reinforced concrete ) didefinisikan sebagai bahan beton yang dibuat dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar, air dan sejumlah serat ( fiber ) yang tersebar secara acak dalam matriks campuran beton segar    ( Amri, 2005 ). Penggunaan serat sebagai perkuatan pada bahan bangunan yang akan lebih memberikan tambahan kekuatan tarik daripada kuat tekan suatu bahan ( Swamy, 1980, dalam Bentur and Mindess,1990 ).  Adakalanya selain serat juga dipasang besi batangan sebagaimana beton bertulang konvensional. Untuk bahan serat ini bisa bermacam-macam:
a) sintetis : serat baja, serat carbon, serat polimer, dll.
b) natural : bambu, serat batang nibung, ijuk, dll.


Dibandingkan beton polos (tanpa tulangan) jelas beton serat lebih baik sifat mekanisnya. Tetapi ada kelemahan pada beton serat yaitu saat pencampuran bahan serat dengan bahan beton didalam pengaduk. Kemungkinan untuk tidak teraduk merata sangat besar. Jika hal ini terjadi sifat mekanisnya akan lebih jelek dibandingkan beton polos. Untuk mengatasi masalah pencampuran ini pada serat baja dan serat sintetis khususnya, dibuatkan bentuk serat sedemikian sehingga mudah bercampur. Misalnya, pada serat baja, panjang serat dibatasi hanya 3-4 cm; ujungnya dibuat bulat dsb. Pada serat alam kemungkinan untuk itu juga ada tetapi sepertinya tidak ekonomis. Barangkali diatasi dengan memperkerjakan banyak orang untuk mengaduk-aduk kembali setelah dikeluarkan dari pengaduknya (molen). Kelemahan serat alam lainnya adalah kemungkinan terjadi perubahan volume pada serat itu sendiri cukup besar karena bahan dari alam akan mudah sekali menyerap air pada saat pengadukan. Setelah sekian lama (beberapa bulan atau tahun) air tersebut akan mengering dan serat alam tersebut (misalnya serat bambu) akan mengecil. Akibatnya akan terbentuk pori disekitar serat. Hal ini sangat tidak diharapkan karena akan sangat mempengaruhi tidak saja kekuatan tetapi, yang terpenting, mempengaruhi daya tahan (durability) dari beton serat itu sendiri. Untuk jangka pendek barangkali masih kuat, tetapi untuk jangka panjang jelas tidak bisa diterima. Ada usaha untuk meminimalkan perubahan volume dari serat atau batangan bambu, yaitu dengan melaburi,mencat atau memberi lapisan tertentu (laminar atau dari bahan kimia lainnya) untuk mencegah masuk atau meresapnya air. Kembali, nantinya cost akan menjadi permasalahan.


Jumat, 21 November 2014

Rencana dan Kesalahan Sistem Drainase

 
Kesalahan dalam Sistem Drainase ini dapat menyebabkan terjadinya sistem saluran drainase menjadi tidak berfungsi dengan baik,sehingga dapat menyebabkan terjadinya genangan air di suatu lokasi,
Berikut hal-hal yang mempengaruhi terjadinya suatu genangan air akibat kesalahan dalam drainase: 

  1. Dimensi saluran yang tidak sesuai.
  2. Perubahan tata guna lahan yang menyebabkan terjadinya peningkatan debit banjir di suatu daerah aliran sistem drainase.
  3. Elevasi saluran tidak memadai.
  4. Lokasi merupakan daerah cekungan.
  5. Lokasi merupakan tempat retensi air yang diubah fungsinya misalnya menjadi permukiman. Ketika berfungsi sebagai tempat retensi (parkir alir) dan belum dihuni adanya genangan tidak menjadi masalah. Problem timbul ketika daerah tersebut dihuni.
  6. Tanggul kurang tinggi.
  7. Kapasitas tampungan kurang besar.
  8. Dimensi gorong-gorong terlalu kecil sehingga aliran balik.
  9. Adanya penyempitan saluran.
  10. Tersumbat saluran oleh endapan, sedimentasi atau timbunan sampah.
Perencanaan sistem drainase
  1. Landasan Perencanaan,Perencanaan drainase perkotaan perlu memperhatikan fungsi drainase perkotaan sebagai parasarana kota yang dilandaskan pada konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan. Konsep ini antara lain berkaitan dengan sumberdaya air, yang ada prinsipnya adalah mengendalikan air hujan supaya banyak meresap dalam tanah dan tidak banyak terbuang sebagai aliran, antara lain membuat : bagunan resapan buatan, kolam tandon, penataan landscape dan sempadan.
  2. Tahapan PerencanaanTahap perencanaan drainase perkotaan meliputi :
a. Tahapan dilakukan melalui pembuatan rencana induk, studi kelayakan dan perencanaan detail dengan penjelasan :
  • Studi kelayakan dapat dibuat sebagai kelanjutan dari pembuatan rencana induk.
  • Perencanaan detail perlu dibuat sebelum pekerjaan konstruksi drainase dilaksanakan.
b. Drainase perkotaan di kota raya dan kota besar perlu direncanakan secara menyeluruh melalui tahapan rencana induk.
c. Drainase perkotaan di kota sedang dan kota kecil dapat direncanakan melalui tahapan rencana kerangka sebagai pengganti rencana induk.

Data dan Persyaratan

Sistem drainase perkotaan data dan persyaratan untuk perencanaannya sebagai berikut :

a. Data primer merupakan data dasar yang dibutuhkan dalam perencanaan yang diperoleh baik dari lapangan maupun dari pustaka, mencakup :
  • Data permasalahan dan data kuantitatif pada setiap lokasi genangan atau banjir yang meliputi luas, lama, kedalaman rata-rata dan frekuensi genangan.
  • Data keadaan fungsi, sistem, geometri dan dimensi saluran
Data daerah pengaliran sungai atau saluran meliputi topografi, hidrologi, morfologi sungai, sifat tanah, tata guna tanah dan sebagainya. Data prasarana dan fasilitas kota yang telah ada dan yang direncanakan.

b. Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan dalam perencanaan drainase perkotaan yang sifatnya menunjang dan melengkapi data primer, terdiri atas :

• Rencana Pengembangan Kota
• Geoteknik
• Pembiayaan
• Kependudukan
• Institusi/kelembagaan
• Sosial ekonomi
• Peran serta masyarakat
• Keadaan kesehatan lingkungan permukiman

Masalah dalam Sistem Drainase

• Terjadi Endapan
• Terdapat timbunan Sampah
• Tumbuhnya tanaman liar
• Penyumbatan, kerusakan, penyalah-gunaan saluran dan bangunan
• Peningkatan debit akibat perubahan tata guna lahan

Kamis, 20 November 2014

Sistem Bangunan Pelengkap Drainase


Sistem Drainase dan Bangunan Pelengkapnya
1. Bangunan-bangunan Sistem Saluran Drainase
Bangunan-bangunan dalam sistem drainase adalah bangunan-bangunan struktur dan bangunan-bangunan non struktur.
  • Bangunan Struktur
Bangunan struktur adalah bangunan pasangan disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu. Contoh bangunan struktur adalah :
- bangunan rumah pompa
- bangunan tembok penahan tanah
- bangunan terjunan yang cukup tinggi
- jembatan
  • Bangunan Non struktur
Bangunan non struktur adalah bangunan pasangan atau tanpa pasangan, tidak disertai dengan perhitungan-perhitungan kekuatan tertentu yang biasanya berbentuk siap pasang. 
Contoh bangunan non struktur adala :
- Pasangan (saluran Cecil tertutup, tembok talud saluran, manhole/bak control ususran Cecil, street inlet).
- Tanpa pasangan : saluran tanah dan saluran tanah berlapis rumput.
2. Bangunan Pelengkap Saluran Drainase
Bangunan pelengkap saluran drainase diperlukan untuk melengkapi suatu sisem saluran untuk fungsi-fungsi tertentu. Adapun bangunan-bangunan pelengkap sistem drainase antara lain :
  • Catch Basin/Watershed
Bangunan dimana air masuk ke dalam sistem saluran tertutup dan air mengalir bebas di atas permukaan tanah menuju match basin. Catch basin dibuat pada tiap persimpangan jalan, pada tepat-tempat yang rendah, tempat parkir.
  • Inlet
Apabila terdapat saluran terbuka dimana pembuangannya akan dimasukkan ke dalam saluran tertutup yang lebih besar, maka dibuat suatu konstruksi khusus inlet. Inlet harus diberi saringan agar sampah tidak asuk ke dalam saluran tertutup.
  • Headwall
Headwall adalah konstruksi khusus pada outlet saluran tertutup dan ujung gorong-gorong yang dimaksudkan untuk melindungi dari longsor dan erosi
  • Shipon
Shipon dibuat bilamana ada persilangan dengan sungai. Shipon dibangun bawah dari penampang sungai, karena tertanam di dalam tanah maka pada waktu pembuangannya harus dibuat secara kuat sehingga tidak terjadi keretakan ataupun kerusakan konstruksi. Sebaiknya dalam merencanakan drainase dihindarkan perencanaan dengan menggunakan shipon, dan sebaiknya saluran yang debitnya lebih tinggi tetap untuk dibuat shipon dan saluran drainasenya yang dibuat saluran terbuka atau gorong-gorong.
  • Manhole
Untuk keperluan pemeliharaan sistem saluran drainase tertutup di setiap saluran diberi manhole pertemuan, perubaan dimensi, perubahan bentuk selokan pada setiap jarak 10-25 m. Lubang manhole dibuat sekecil mungkin supaya ekonomis, cukup, asal dapat dimasuki oleh orang dewasa. Biasanya lubang manhole berdiameter 60cm dengan tutup dari besi tulang.
  • Gorong-gorong
  • Bangunan terjun
  • Bangunan got miring
Bentuk Saluran dan Fungsi
Fungsi saluran tertutup (sewerage)
  1. Berfungsi untuk menyalurkan limpasan air hujan maupun limbah air bekas (air limbah) rumah tangga atau keduanya. Konstruksi sistem saluran ini cocok dipakai untuk pertokoan yang sangat padat dan lahan yang tersedia telah terbatas.
  2. Berfungsi untuk menyalurkan air hujan dan limbah air bekas dimana fluktuasi debitnya besar.Bentuk yang panjang mengecil ini berfungsi untuk mendapatkan kedalaman air yang cukup untu dapat menghanyutkan endapan padat dan tinja walaupun debitnya kecil.
  3. Berfungsi untuk mengalirkan air hujan dalam jumlah besar dimana bagian atasnya terdapat bangunan. Walaupun daya alirannya tidak sebaik yang berbentu bulat telur, namun pelaksanaannya relative lebih mudah.
Bentuk-bentuk umum saluran terbuka dan fungsinya
  1. Trapesium,Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar,Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuas kecil,Bentuk saluran ini dapat digunakan pada daerah yang masih cukup tersedia lahan .
  2. Kombinasi trapesium dan segi empat,Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar dan kecil,Sifat alirannya berfluktuasi besar dan terus menerus tapi debit minimumnya measih cukup besar.
  3. Kombinasi trapezium dengan setengah lingkaran,Fungsinya sama dengan bentuk (2), sifat alirannya terus menerus dan berfluktuasi besar dengan debit minimum keil. Fungsi bentuk setengah lingkaran ini adalah untuk menampung dan mengalirkan debit minimum tersebut.
  4. Segi empat,Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar. Sifat alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.
  5. Kombinasi segi empat dengan setengah lingkaran,Bentuk saluran segi empat ini digunakan pada lokasi jalur saluran yang tidak mempunyai lahan yang cukup/terbatas. Fungsinya sama dengan bentuk (2&3)
  6. Setengah lingkaran,Berfungsi untuk menyalurkan limbah air hujan untuk debit yang kecil. Bentuk saluran ini umum digunakan untuk saluran-saluran ruah penduduk dan pada sisi jalan perumahan padat.

Selasa, 18 November 2014

Drainase untuk Rencana Roof Garden

 
Pada roof garden, drainase adalah sistem terpenting yang harus disiapkan terlebih dahulu. Hal ini disebabkan karena kondisi waterproofing plat lantai yang akan terbebani apabila drainase yang terjadi kurang baik. Roof garden bukan merupakan suatu proyek yang hanya bertahan dalam hitungan bulan atau tahun. Tetapi diharapkan juga dapat bertahan selama puluhan tahun. Tentu saja perawatan dan inspeksi berkala sangat penting, tetapi penggantian sistem secara keseluruhan apabila terjadi kerusakan bukan merupakan opsi dalam rentang waktu hidup roof garden. Dan kerusakan yang terjadi biasanya disebabkan bocornya lapisan water proofing dari plat lantai akibat gagalnya sistem drainase roof garden.
Dari fakta tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Sistem drainase tidak boleh menimbulkan genangan
2. Material harus dapat bertahan lama dan tidak lapuk
3. Ringan dan tipis (ketebalan akan berpengaruh pada penambahan berat pada lantai)
4. Mudah dipasang dan dapat diperbaiki setempat apabila ada kerusakan


Pada sistem roof garden sederhana/ tradisional, cara pembuatan lebih mudah. proses pembuatan roof garden di perumahan :


Dari foto diatas, sistem drainase dibuat dengan bahan batu bata yang disusun membentuk saluran air yang diarahkan pada lubang pembuangan.Ssistem ini memiliki keuntungan mudah, murah (sekitar 50 ribu/ m2) dan tahan lama. Tetapi sayangnya akan membebani atap dan memiliki efek permanen.
pada sistem sintesis, harga yang diminta akan lebih mahal (sekitar 130 ribu/ m2) hanya untuk sistem drainasenya saja. Tetapi tidak membebani struktur dan fleksibel.


Dan semua pilihan kembali pada anda

Senin, 17 November 2014

Sistem Drainase Bandar Udara


Bahasan kita kali ini hanya menyorot lapangan terbang yang landasan pacunya berupa beton yang biasa didarati pesawat jenis Boeing bukan landasan pacu berupa rumput, seperti beberapa lapangan terbang di beberapa daerah di Pegunungan Tengah Papua yang didarati pesawat jenis Twin Otter, Pilatus atau Cessna.

Drainase lapangan terbang intinya difokuskan pada draibase area runway dan shoulder, karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit diresapi, maka analisis kapasistas/debit hujan mempergunakan formula drainase muka tanah atau surface drainage. Kemiringan keadaan melintang untuk runway umumnya lebih kecil atau sama dengan 1,50 %, kemiringan shoulder ditentukan antara 2,50 % sampai 5 %.

Selanjutnya, kemiringan kearah memanjang ditentukan sebesar lebih kecil atau sama dengan 0,10 %, angka-angka tersebut merupakan standar atau ketentuan yang ditetapkan FAA (Federal Aviation Administration) Amerika Serikat. Genangan air di permukaan runway maksimum 14 cm, dan harus segera dialirkan. Di sekeliling pelabuhan udara terutama di sekeliling runway dan shoulder, harus ada saluran terbuka untuk drainase mengalirkan air (interception ditch) dari sisi luar lapangan terbang.

Kira-kira seperti itulah syarat-syarat mutlak drainase lapangan terbang yang harus dimilki suatu bandara, ini dimaksudkan agar hal-hal yang tidak diinginkan  seperti kecelakaan pesawat akibat tergelincir di runway bisa diminimalisir, sehingga kenyamanan dan keamanan pengguna dan pemakai jasa transportasi udara dapat terpenuhi.

Minggu, 16 November 2014

Sistem Drainase Sebagai Pengendali Banjir

 
Sasaran penyediaan sistem drainase dan pengendalian banjir adalah :
1.  Penataan sistem jaringan drainase primer, sekunder, dan tersier melalui normalisasi maupun rehabilitasi saluran guna menciptakan lingkungan yang aman dan baik terhadap genangan, luapan sungai, banjir kiriman, maupun hujan lokal. 

Dari masing-masing jaringan dapat didefinisikan sebagai berikut :
  • Jaringan Primer : saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai.
  • Jaringan Sekunder : saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/plesteran semen).
  • Jaringan Tersier : saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah.
2.   Memenuhi kebutuhan dasar (basic need) drainase bagi kawasan hunian dan kota.
3. Menunjang kebutuhan pembangunan (development need) dalam menunjang terciptanya scenario pengembangan kota untuk kawasan andalan dan menunjang sektor unggulan yang berpedoman pada Rancana Umum Tata Ruang Kota.

Sedangkan arahan dalam pelaksanaannya adalah :
  • Harus dapat diatasi dengan biaya ekonomis.
  • Pelaksanaannya tidak menimbulkan dampak sosial yang berat.
  • Dapat dilaksanakan dengan teknologi sederhana.
  • Memanfaatkan semaksimal mungkin saluran yang ada.
  • Jaringan drainase harus mudah pengoperasian dan pemeliharaannya.
  • Mengalirkan air hujan ke badan sungai yang terdekat.

Standardisasi sistem penyediaan drainase untuk penempatan perumahan di pinggiran saluran primer atau sungai yang mengacu pada Provincial Water Reclement (PWR) Bab II pasal 2 tentang “Pemakaian Bebas dari Perairan Umum” (Waterrocilijn), yang berbunyi “Dilarang menempatkan sebuah bangunan apapun, atau memperbaharui seluruhnya atau sebagian dalam jarak diukur dari kaki tangkis sepanjang perairan umum atau bilamana tidak ada tangkis, dari pinggir atas dari tamping (talud) perairan umum kurang dari :
  • 20 meter untuk sungai-sungai tersebut dalam daftar 1 dari verordening ini.
  • 5 meter untuk sungai-sungai tersebut dalam daftar 2 dari verordening ini, demikian juga untuk saluran pengaliran dan pembuangan dengan kemampuan (kapasistet) 4 meter kubik/detik atau lebih.
  • 3 meter untuk saluran-saluran pengairan, pengambilan dan pembuangan kemampuan normal 1 s/d 4 meter kubik/detik.
  • 2 meter untuk saluran-saluran pengairan pengambilan dan pembuangan kemampuan normal kurang dari 1 meter kubik/detik.”

Batas Sempadan Sungai Minimum berdasarkan Peraturan Menteri PU RI nomor 63/PRT/1993, yaitu :
  • Batas Sempadan Sungai Minimum
  • Tipe sungai Diluar kawasan Perkotaan Didalam garis sempadan Keterangan
  • Kriteria Sempadan Kriteria Sempadan
  • Sungai bertanggul diukur dari kaki tanggul terluar - ¬¬5 m - 3 m Pasal 6
  • Sungai tak bertanggul diukur dari tepi sungai Sungai besar luas DPS >500 km2 100 m Kedalaman maksimum >20 m 30 m Pasal 7 dan Pasal 8
  • Kedalaman maks >3 m dan <20 m 15 m
  • Sungai kecil luas DPS <500 km2 50 m Kedalaman maksimum <3 m 10 m
  • Danau/waduk - 50 m - 50 m Pasal 10

Rabu, 12 November 2014

Ukuran Kayu dan Istilahnya

Ukuran Kayu
Struktur kayu merupakan suatu struktur yang elemen susunannya adalah kayu. Dalam perkembangannya, struktur kayu banyak digunakan sebagai alternatif dalam perencanaan pekerjaan-pekerjaan sipil, diantaranya adalah: rangka kuda-kuda, rangka dan gelagar jembatan, struktur perancah, kolom, dan balok lantai bangunan.

Pada dasarnya kayu merupakan bahan alam yang banyak memiliki kelemahan struktural, sehingga pengunaan kayu sebagai bahan struktur perlu memperhatikan sifat-sifat tersebut. Oleh sebab itu, maka struktur kayu kurang populer dibandingkan dengan beton dan baja. Akibatnya saat ini terdapat kecenderungan beralihnya peran kayu dari bahan struktur menjadi bahan pemerindah (dekoratif).Namun demikian pada kondisi tertentu (misalnya: pada daerah tertentu, dimana secara ekonomis kayu lebih menguntungkan dari pada penggunaan bahan yang lain) peranan kayu sebagai bahan struktur masih digunakan. 

Sebagai bahan struktur kayu mempunyai berbagai kekuatan, khususnya dalam :


1. Menahan Tarikan
Kekuatan terbesar yang dapat ditahan oleh kayu adalah sejajar arah serat, sedangkan kekuatan tarikan tegak lurus arah serat lebih kecil dari pada sejajar serat.


2. Menahan Tekanan (Desak) 
Kayu juga dapat menahan beban desak, baik tekanan sejajar serat maupun tegak lurus serat, misalnya sebagai bantalan kereta api. Daya tahan desak tegak lurus serat lebih kecil bila dibandingkan dengan sejajar serat.


3. Menahan Lenturan
Besarnya daya tahan kayu terhadap lenturan tergantung pada jenis kayu, besarnya penampang kayu, berat badan, lebar bentangan, sehingga dengan dapatnya kayu menaan lenturan maka dapat menahan beban tetap maupun beban kejut/pukulan.




Harga kayu terkait dengan volume (kubik=m3).
  • 1m3 berasal dari 1mx1mx1m, atau setara
  • 100cmx100cmx100cm=1.000.000cm3

Standar Panjang kayu yang lazim adalah 4m (400cm), walaupun dalam kenyataannya produsen/penjualan,menipu pembeli dengan panjang kayu yang semakin menyusut (3,6m sd 3,8m). Pedagang menentukan jumlah batang kayu per m3 berdasarkan asumsi panjang kayu 4m.

Kaso 4×6 (yang artinya ukuran penampang/besarnya kayu 4cmx6cm ), dalam 1m3 terdiri dari (1.000.000 dibagi 400 dibagi 4 dibagi 6), yaitu 104 batang.
  • Seharusnya bila pedagang kayu mengatakan 1m3 terdiri dari 104 batang kaso 4×6, arti seharusnya adalah terdiri dari 104 batang kayu dengan penampang 4cmx6cm dengan panjang tiap kayu 4m.
  • Akhir-akhir ini, penipuan penyusutan kayu mulai dilakukan pada ukuran penampang (besarnya kayu). Kaso 4×6, pada kenyataanya hanya 3×5 bahkan kurang
  • Argumentasi, bahwa hal tersbut akibat pengaruh mata gergaji, tidak bisa diterima. Apapun proses produksi pasti memiliki aspek gross (kotor) dan net (bersih).
Reng Kayu untuk dudukan genteng
  • Reng 2×3, 1m3= 416 batang
  • Reng 3×4, 1m3= 208 batang
Kaso untuk plafon, bekisting ngecor dan kegunaan lain
  • Kaso 4×6, 1m3=104 batang
  • Kaso 5×7, 1m3=  71 batang
Balok untuk kuda-kuda atap, kusen dan kegunaan lain
  • Balok 5×10, 1m3=50 batang
  • Balok 6×12, 1m3=34 batang
  • Balok 8×15, 1m3=20 batang
Papan, untuk lisplang, bekisting ngecor, furniture dan kegunaan lain
  • Papan 2×10
  • Papan 2×20
  • Papan 3×20
  • Papan 3×30

 Main Kayu

Praktik penipuan kayu yang mengakar ini, yang sengaja dibiarkan tumbuh berkembang oleh produsen/pedagang, aparat pemerintah, pemuka masyarakat dan agamawan, merupakan salah satu contoh menipu adalah bagian dari nilai luhur bangsa Indonesia. Istilah main kayu yang ditanggapi banyak orang dengan meringis atau senyum kecut, merupakan pertanda di bawah alam bawah sadar, orang tersebut tidak anti menipu.



Sumber : http://hakikigavrila.wordpress.com/perihal/ukuran-kayu-dan-istilahnya/




Jenis Kayu Perdagangan Indonesia


  1. PENGANTAR
    Tulisan ini dibuat utamanya adalah untuk dibaca masyarakat umum, agar informasi yang ada di dalamnya dapat diketahui dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Sumber Data dan Informasi yang tertuang dalam tulisan ini adalah Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor.
  1. PENGERTIANPengawetan adalah daya tahan kayu terhadap serangan hama yaitu serangga dan jamur.Kekuatan adalah daya tahan kayu terhadap kekuatan mekanis dari luar, antara lain : daya dukung, daya tarik, daya tahan dan sebagainya.Kelas Awet adalah tingkat kekuatan alami sesuatu jenis kayu terhadap serangan hama dinyatakan dalam kelas awet I, II, III. Makin besar angka kelasnya makin rendah keawetannya.Kelas Kuat adalah tingkat ketahanan alami suatu jenis kayu terhadap kekuatan mekanis (beban) dinyatakan dalam Kelas Kuat I, II, III, IV dan V. Makin besar angka kelasnya makin rendah kekuatannya.
  1. KEGUNAAN
    Artinya angka kegunaan pada lajur 7 adalah sebagai berikut :
1.      Bangunan
2.      Kayu lapis
3.      Mebel
4.      Lantai
5.      Papan dinding
6.      Bantalan
7.      Rangka pintu dan jendela
8.      Bahan pembungkus
9.      Alat olah raga dan musik
10.  Tiang listrik dan telepon
11.  Perkapalan
12.  Patung, ukiran & kerajinan tangan
13.  Finir mewah
14.  Korek api
15.  Pulp
16.  Alat gambar
17.  Potlot
18.  Arang
19.  Obat-obatan
20.  Moulding


  1. PENYEBARAN
    Arti angka penyebaran dalam lajur 6 adalah sebagai berikut :
    1. Sumatera
    2. Jawa
    3. Kalimantan
    4. Sulawesi
    5. Maluku
    6. Nusa Tenggara
    7. Irian Jaya
Sifat dan Kegunaan 120 Kelompok Jenis Kayu Perdagangan Indonesia
No.
Jenis Kayu
B.J. Rata2
Kelas Awet
Kelas Kuat
Penyebaran
Kegunaan
1
2
3
4
5
6
7
1
Agathis
0,49
IV
III
1,2,3,4,5,7
1,2,3,7,8,9,14,15,17
2
Anpupu
0,89
III,I
II,I
5,6
1,4,5,6,10,11
3
Bakau
0,94
III
I,II
1,2,3,4,5,6,7
1,15
4
Balau
0,98
I
I,II
1,3,4
1,4,6,10,11
5
Balsa
-
V
V
2
9,12
6
Bayur
0,52
IV
II,III
1,2,3,4,5,6
1,2,3,7,11,12
7
Bangkirai
0,91
1,II,III
I,II
3
1,2,3,4,6,11
8
Bedaru
1,84
I
I
1,3
1,3,6,9,11,12
9
Belangeran
0,86
II,I,III
I,II
1,3
1,3,4,6,7,11
10
Benuang
0,33
V
IV,V
1,3,4,5
2,8,14,15
11
Benuang Laki
0,39
IV,V
IV,V
2,3,4,5,6,7
1,2,5,8,11
12
Berumbung
0,85
II
II,I
1,3
1,3,4,5,9,11,12,20
13
Bintangur
0,78
III
II,III
1,2,3,4,5,6
1,2,3,4,5,6
14
Bongin
1,82
III
I
1,3
1,3,4,13
15
Bugis K.
0,88
III,IV
II,III
3,4,5,7
1,3,4,5,6,7,11,20
16
Bungur
0,88
II,III
I,II
1,2,3,4,5,6
1,3,4,5,6,7,11
17
Cemara
-
II,III
I,II
1,2,4,5,6,7
1,4,5,6,10,11,18
18
Cempaga
0,71
II,III
II
1,2,3,4,5,6
1,2,3,4,5,6,9,10,11
19
Cempaka
-
II
III,IV
1,2,3,4,5,7
1,2,3,4,5,7,9,12,13,16,17,20
20
Cendana
0,84
II
II,I
2,6
12,19
21
Cengal
0,70
II,III
II,III
1,2
1,2,3,4,5,6,7,11
22
Dahu
0,58
IV
III,IV
1,2,3,4,5,7
3,4,5,13
23
Durian
0,64
IV,V
II,III
1,2,3,4,5
1,2,8
24
Ebony
1,05
I
I
4,5
3,12,13
25
Gadok
0,75
III,II
II,III,I
1,2,4,5,6,7
1,4,5,11
26
Gelam
-
III
II
1,2,3,4,5,6,7
1,4,5,6,10,11,18
27
Gerunggang
0,47
IV
III,IV
1,3,4,5
1,2,8
28
Gia
0,91
I,IV
I,II
3,4,5,7
1,4,5,6,10,11
29
Giam
0,99
I
I
1,3
1,4,6,10,11
30
Gisok
0,83
II,III
II,I
1,3
1,2,3,4,5,7,11
31
Gofasa
0,74
II,III
II,III
4,5,7
1,3,4,5,6,7,9,11,12,18,20
32
Jabon
0,42
V
III,IV
1,2,3,4,5,6
2,8,14,15
33
Jangkang
0,63
IV,V
III,II
1,3,4,5,7
2,5,7,8,12,20
34
Jati
0,70
I,II
II
2,4,6
1,3,4,5,6,10,11,12,13
35
Jelutung
0,40
V
III,V
1,3
2,8,12,16,17,20
36
Jeungjing
0,33
IV,V
IV,V
1,5
1,2,8,14,15
37
Jobar
0,84
I,II
II,I
1,2
1,3,4,5,12,13,18
38
Kapuk Hutan
0,30
V
IV,V
1,2,4,5,6,7
2,8,14,15,20
39
Kapur
0,81
II,III
II,I
1,3
1,2,3,4,5,6,7,11
40
Kedunba
0,84
IV
III
1,3
1,2,3,4,5,6,7,20
41
Kemenyan
0,57
IV,V
III,II
1,2
1,2,5,8,12,14,17,20
42
Kemeri
0,31
V
IV,V
1,2,4,5
2,8,14,15
43
Kempas
0,95
III,IV
I,II
1,3
1,2,4,6
44
Kenanga
0,33
V
IV,V
1,2.4,5,7
2,8,12,14,15,20
45
Kenari
0,55
IV
III
1,2,3,4,5,6
1,2,4,5,7
46
Keruing
0,79
III
I,II
1,2,3
1,2,4,5,6,11
47
Keranji
0,98
I
I,II
1,2,3
1,2,4,5,6,7,11
48
Kesambi
0,01
III
I
2,4,5,6
1,4,5,6,11,18
49
Ketapang
-
III,IV
II,III
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,7,8,11,14,20
50
Kolaka
0,96
III
I
1,2,3,4,5,6,7
1,4,5,6,11
51
Kuku
0,87
II
I
1,3,4,5,7
3,4,5,11,13
52
Kulim
0,94
I,II
I
1,3
1,2,4,6,10,11
53
Kupang
-
II,IV
II,III
1,2,3,4,5
1,2,3,4,5,7,11,13,20
54
Lara
1,15
I
I
4,5
1,4,6,10,11
55
Lasi
0,01
II
II
4,5
1,3,4,5,12,13
56
Leda
0,57
IV,V,II
II,IV
4,5
1,2,5,7,8,10,11,20
57
Mahang
-
IV,V
II,IV
1,2,3
1,2,5,7,8,14,15,20
58
Mahoni
0,64
III
II,III
2
1,2,3,4,5,7,11,12
59
Malas K.
1,04
II,III
I
1,3
1,4,5,6,11,18
60
Matoa
0,77
III,IV
II,I,III
1,2,4,5,6,7
1,3,4,7,11
61
Medang
-
III,IV
II,V
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,7,8,11,12,20
62
Melur
0,52
IV
II,IV
1,2,3,4,5,5,7
1,2,3,4,5,7,9,16,17
63
Membacang
-
II,V
II,III
1,2,3,4,5,5,7
2,5,8,12,14,20
64
Mendarahan
-
V
II,IV
1,2,3
2,5,7,8,20
65
Menjalin
-
V
I,III
1,2,3
1,2,5
66
Mensira G.
0,61
V
II,III
1,2,4,5,6,7
1,2,5,7,20
67
Mentibu
0,53
IV,V
III
1,3
1,2,7,8
68
Merambung
0,38
V
IV,V
1,2,3,4,5,6,7
2,8,14,15
69
Meranti M.
0,55
III,IV
II,IV
1,3,4,5
1,2,3,4,5,8,15
70
Meranti P.
0,54
III,IV
II,IV
1,3,4,5
1,2,3,4,5,8,15
71
Merawan
0,70
II,III
II,III
1,3
1,2,3,4,5,6,7,9,11
72
Merbau
0,88
I,II
I,II
1,2,3,4,5,6,7
1,4,5,6,10,11
73
Merpayang
0,65
V
II,III
1,3
1,2,3,5,7,8,11,20
74
Mersawa
0,46
IV
II,III
1,3
1,2,4,5,11
75
Nyatoh
0,67
II,III
II,I,II
1,2,3,4,5,7
1,2,4,5,7,9,11
76
Nyirih
-
II,III
II
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,6,7,11,13,18,20
77
Pasang
-
II,IV
I,III
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,6,11,13,18
78
Patin K.
0,92
I
I,II
1
1,2,3,4,5,6,7,11,12
79
Pelawan
-
I,II
I
1,3
1,4,6,10,11,18
80
Perepat Darat
0,76
III
II
1,3
1,3,4,5,11
81
Perepat Laut
0,78
II,III
II,I
1,2,3,4,5,6,7
1,4,5,7,11
82
Perupuk
0,56
IV,V
II,III
1,3,4
1,2,3,8,14,15
83
Petaling
0,91
I,II
I,II
1,3
1,4,5,6,9,10,11
84
Petanang
0,75
III
II
1
1,4,5,6,11
85
Pilang
0,79
III
II
2,6
1,2,3,4,5
86
Pimping
-
III,IV
I,II
1,2,3,4,5,6,7
1,2,5,6,8,11,14,20
87
Pinang K.
0,66
III,IV
II,III
1,3
1,2,3,4,5,7,11,20
88
Pulai
0,46
III,V
IV,V
1,2,3,4,5,6,7
2,8,12,14,15,16,20
89
Punak
0,76
III,IV
II
1,3
1,2,3,4,5,7,11,20
90
Puspa
-
III
II
1,2,3
1,2,4,5,10,11,18
91
Putat
-
II,III
I,II
1,2,3,4,5,6,7
1,3,4,5,6,7,11,18
92
Ramin
0,63
IV
II,III
1,3
1,2,3,4,5,7,20
93
Rasamala
0,81
II,III
II
1,2
1,4,5,7,10,11
94
Rengas
0,69
II
II
1,2,3
3,4,5,6,12,13
95
Resak
0,70
III
II
1,3,5,7
1,2,4,6,7,11
96
Salimuli
0,64
I,II
II,III
2,5,6
3,4,9,12
97
Sampang
-
V
III,IV
1,2,3
2,5,7,8,12,14,15,20
98
Saninten
0,76
III
II
1,2
1,4,5,7
99
Sawokecik
1,03
I
I
1,2,4,5,6
3,4,5,9,12,13,20
100
Sendok-sendok
0,45
V
III,II
1,3,5,7
2,5,8,12,14,15,20
101
Simpur
-
III,V
I,III
1,2,3,4
1,2,3,4,5,11,18
102
Sindur
-
II,V
II,III
1,3,4,5
1,2,3,4,5,7,11
103
Sonokeling
0,90
I
II
2
3,4,5,9,12,13
104
Sonokembang
0,65
II,I,II
II,I,II
1,2,4,5,6
1,3,4,5,12,13
105
Sungkai
0,63
III
II,III
1,2,3
1,3,4,5,12,13
106
Surian
-
III,V
III,IV
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,5,7,8,11,12
107
Surianbawang
0,60
II,IV
II,III
1,3,5,7
1,2,3,4,5,7,11,20
108
Tanjung
1,08
I,II
I
1,2,4,5,6
1,2,3,4,5,7,11
109
Tembesu
0,81
I
II
1,2,3
1,4,5,6,10,11
110
Tempimis
1,01
I
I
1,4
1,4,5,6,7,9,11
111
Tepis
-
IV,V
II,IV
1,3
1,2,3,5,7,14,20
112
Teraling
0,75
II,IV
II
1,2,4
1,2,3,4,5,7,9
113
Terap
0,44
III,V
III,V
1,2,3,4,5,6,7
1,2,5,8,11
114
Terentang
0,40
IV
III,IV
1,3
2,8,14,15
115
Trembesi
0,61
IV
III
1,2,4,5,6
1,2,3,4,5,7,11,12,13
116
Tualang
0,83
III,IV
II,I,II
1,3,4
1,2,3,4,5,7,11
117
Tusam
0,55
IV
III
1,2,4,6
1,2,8,14,15,16,17
118
Ulin
1,04
I
I
1,3
1,4,6,10,11
119
Walikukun
0,98
II
I
2,6
1,4,5,6,9,10,11,18
120
Weru
0,77
II
II,I
1,2,6
1,3,4,5,13

Sumber : http://www.dephut.go.id/informasi/propinsi/SUMSEL/jenis_kayu_dagang.html