Kamis, 04 Desember 2014

Alternatif Material Ferosemen Untuk Memperkuat Beton Bertulang

Akhir-akhir ini, para civil engineer, khususnya structural engineer, kembali harus menghadapi kenyataan betapa gempa bumi seperti pada gempa Turki dan gempa Taiwan dapat merobohkan tidak saja bangunan lama yang di bangun (tahun 70-an). Saat penguasaan ilmu mendesain struktur tidak sebaik sekarang ini, tetapi juga bangunan yang relatif baru. Akibat dari gempa-gempa tersebut selain jatuhnya korban yang mencapai angka ribuan, meskipun bukan semuanya disebabkan oleh ambruknya bangunan, puluhan ribu lainnya harus kehilangan tempat tinggal. Selain itu, juga mengakibatkan terhentinya aktivitas ekonomi dan pemerintahan, serta tidak berfungsinya fasilitas umum vital seperti aliran listrik, air bersih,telephone, gas, dsb. Hal ini menyebabkan penderitaan korban gempa bumi semakin bertambah. Penderitaan dan terhentinya nadi ekonomi sebenarnya tidak disebabkan oleh mekanisme dari suatu gempa bumi tetapi lebih disebabkan oleh hancurnya infrastruktur yang dibangun oleh manusia yang seharusnya menjadi tempat dan fasilitas untuk menunjang dan menikmati kehidupan yang nyaman. Penyebab dari rubuhnya bangunan, khususnya bangunan gedung beton bertulang yang berlantai banyak dan juga jembatan beton bertulang, adalah akibat ambruknya atau hancurnya kolom yang merupakan bagian struktur yang utama pada bangunan teknik sipil. Umumnya kehancuran kolom tersebut disebabkan oleh kurangnya kemampuan menahan geser dan rendahnya daktilitas (ductility) akibat, salah satunya, jumlah tulangan geser yang dipasang tidak mencukupi. Kalau pada bangunan lama kurangnya tulangan geser yang dipasang memang akibat peraturan beton yang ada pada saat itu mengaturnya demikian, tetapi pada bangunan baru kekurangan tulangan geser pada kolom lebih banyak disebabkan oleh kesalahan manusia yang dilakukan secara sadar. Selain jumlah tulangan geser yang tidak memadai, pada bangunan yang relatif masih baru, yaitu yang dibangun pada tahun 1980-an, meskipun jumlah tulangan geser yang dipasang jauh lebih rapat dibandingkan dengan yang terpasang pada bangunan yang dibangun pada tahun-tahun sebelumnya, akan tetapi karena sudut kait (hook) ujung tulangan geser yang hanya 90-derajat ternyata tidak mencukupi untuk mentranfer tegangan agar tulangan geser bisa menahan deformasi tulangan utama kolom. Pada beberapa kasus gempa bumi, banyak kolom yang mengalami kehancuran geser yang dimulai oleh terbukanya kait tulangan geser. Hasil dari beberapa peneliti menunjukkan bahwa jika pada kolom yang jumlah tulangan gesernya sedikit atau kurang tetapi diberi penguat berupa selubung (jacket) pada bagian luarnya, kekuatan kolom tersebut akan meningkat, dan yang paling penting adalah daktilitasnya juga meningkat secara signifikan. Karenanya,penggunaan selubung, baik dari pelat baja, compositbase material (carbon fiber sheet, aramid, dsb), maupun beton bertulang, banyak kita jumpai applikasinya terutama dinegara-negara yang rentan terhadap gempa bumi dan kaya seperti, Jepang, Amerika, New Zealand, dll. Akan tetapi, penggunaan material tersebut bisa jadi akan sangat mahal dan memerlukan high skill labors (misalnya jika bahan pelat baja dan carbon fiber yang digunakan), ataupun secara visual tidak atau kurang bisa diterima karena ukuran kolom menjadi sangat besar (beton bertulang, tebal jacket mencapai 10 cm).
Dalam teknologi beton dikenal banyak jenis beton bertulang, diantaranya:

Beton bertulang konvensional (yang umumnya kita kenal dan digunakan pada banyak bangunan, seperti untuk membuat kolom atau tiang, balok, pelat lantai, dll).Tulangannya dari besi batangan dengan diameter yang beragam.

Beton Prestress (disebut juga beton prategang, karena terhadap tulangannya (biasanya dari kawat khusus) diberi sejumlah tegangan ditarik).

Ferrosemen (terbuat dari mortar (semen+pasir+air) + jaringan kawat (wire mesh) sebagai tulangan)

Fiber Concrete (beton serat), terbuat dari beton (semen+pasir+kerikil+air) + serat sebagai tulangan. Beton bertulang berserat ( fiber reinforced concrete ) didefinisikan sebagai bahan beton yang dibuat dari campuran semen, agregat halus, agregat kasar, air dan sejumlah serat ( fiber ) yang tersebar secara acak dalam matriks campuran beton segar    ( Amri, 2005 ). Penggunaan serat sebagai perkuatan pada bahan bangunan yang akan lebih memberikan tambahan kekuatan tarik daripada kuat tekan suatu bahan ( Swamy, 1980, dalam Bentur and Mindess,1990 ).  Adakalanya selain serat juga dipasang besi batangan sebagaimana beton bertulang konvensional. Untuk bahan serat ini bisa bermacam-macam:
a) sintetis : serat baja, serat carbon, serat polimer, dll.
b) natural : bambu, serat batang nibung, ijuk, dll.


Dibandingkan beton polos (tanpa tulangan) jelas beton serat lebih baik sifat mekanisnya. Tetapi ada kelemahan pada beton serat yaitu saat pencampuran bahan serat dengan bahan beton didalam pengaduk. Kemungkinan untuk tidak teraduk merata sangat besar. Jika hal ini terjadi sifat mekanisnya akan lebih jelek dibandingkan beton polos. Untuk mengatasi masalah pencampuran ini pada serat baja dan serat sintetis khususnya, dibuatkan bentuk serat sedemikian sehingga mudah bercampur. Misalnya, pada serat baja, panjang serat dibatasi hanya 3-4 cm; ujungnya dibuat bulat dsb. Pada serat alam kemungkinan untuk itu juga ada tetapi sepertinya tidak ekonomis. Barangkali diatasi dengan memperkerjakan banyak orang untuk mengaduk-aduk kembali setelah dikeluarkan dari pengaduknya (molen). Kelemahan serat alam lainnya adalah kemungkinan terjadi perubahan volume pada serat itu sendiri cukup besar karena bahan dari alam akan mudah sekali menyerap air pada saat pengadukan. Setelah sekian lama (beberapa bulan atau tahun) air tersebut akan mengering dan serat alam tersebut (misalnya serat bambu) akan mengecil. Akibatnya akan terbentuk pori disekitar serat. Hal ini sangat tidak diharapkan karena akan sangat mempengaruhi tidak saja kekuatan tetapi, yang terpenting, mempengaruhi daya tahan (durability) dari beton serat itu sendiri. Untuk jangka pendek barangkali masih kuat, tetapi untuk jangka panjang jelas tidak bisa diterima. Ada usaha untuk meminimalkan perubahan volume dari serat atau batangan bambu, yaitu dengan melaburi,mencat atau memberi lapisan tertentu (laminar atau dari bahan kimia lainnya) untuk mencegah masuk atau meresapnya air. Kembali, nantinya cost akan menjadi permasalahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar